artikel, skripsi dan tesis islam

artikel, skripsi dan tesis islam pilihan untuk pencerahan pemikiran keislaman

Rabu, 21 Januari 2009

Lima Belas Bukti Palsu Khilafah Abu Bakar (4)

Lima Belas Bukti Palsu Khilafah Abu Bakar (4)
Ditulis pada Nopember 29, 2008 oleh Ibnu Jakfari

Di antara hadis-hadis palsu itu adalah:

o Hadis Ibnu Umar

وعن إبن عمر رضي الله عنهما قال :” سمعت رسول الله يقول : يكون خلفي إثنا عشر خليفة ، أبو بكر لا يلبث إلا قليلا ” رواه البغوي بسند حسن .

“Dari Ibnu Umar ra. ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Akan datang setelahku dua belas Khalifah. Abu Bakar tidak akan lama menjabat.’” (HR. al Baghawi dengan sanad hasan)

Adapun riwayat keempat dari Ibnu Umar yang menyebut-nyebut jumlah para Khalifah sepeninggal Nabi saw. adalah dua belas, dan nama Abu Bakar secara khusus disebut dibelakangnya adalah bagian dari riwayat yang menyebut setelahnya nama Umar yang akan terbunuh sebagai syahid dan nama Utsman yang akan dipaksa oleh umat untuk menaggalkan busana kekhalifahan yang Allah kenakan padanya, yang dikatakan Ibnu Abdil Wahhâb sebagai riwayat al Baghawi dengan sanad hasan, maka perlu diketahui bahwa tambahan itu adalah maudhû’ (palsu).

Hadis tersebut adalah dari riwayat al Baihaqi sebagaimana disebutkan Ibnu Katsir dalam Târîkh-nya,6/206 lengkap denga sanadnya. Dan pada mata rantai sanadnya terdapat nama-nama perawi bermasalah sebagai berikut:

A) Abdullah ibn Shâleh si pembohong besar, al Kadzdzâb.

B) Rabî’ah ibn Saif.

Imam Bukhari berkomentar tentangnya, “Ia banyak memiliki hadis-hadis munkar, manâkîr.”

Adz Dzahabi menyebutkan hadis tersebut dalam kitab al Mîzân-nya dari riwayat Yahya ibn Ma’in lalu berkata, “Saya terheran-haran terhadap sikap Yahya ibn Ma’in, padahal ia orang yang agung dan teliti, bagaimana ia meriwayatkan hadis batil seperti itu lalu mendiamkannya. Dan Rabî’ah adalah pemilik hadis-hadsi munkar dan yang aneh-aneh.”[1]

Jadi, atas dasar apa ia mengatakan bahwa sanad riwayat tersebut sanadnya hasan?

Selain itu telah datang banyak riwayat shahih tanpa menyebut tambahan pada bagain akhir riwayat.

Para ulama Syi’ah Imamiyah berhujjah dengan hadis-hadis tersebut bahwa dua belas Khalifah yang dimaksud adalah para Imam suci dari Ahlulbait Nabi saw., diawali oleh Imam Ali ibn Abi Thalib, Imam hasan dan Imam Husain serta kesembilan dari keturunan Imam Husain yang ditutup dengan Imam al Mahdi; Muhammad ibn Hasan al Askari as., seperti dapat dibuktikan kebenarannya dalam riwayat-riwayat Ahlusunnah sendiri di antaranya adalah:

أنا سيد النبيين و علي سيد الوصيين , و إن اوصيائي يعدي إثنا عشر أولهم علي و آخرهم القائم المهدي.

“Sesungguhnya aku adalah penghulu para nabi dan Ali penghulu para washi.Dan sesungguhnya para washiku sepeninggalku ada dua belas yang pertama adalah Ali dan yang terakhir adalah al Qaim al Mahdi.”[2]

Sementara itu, selain Syi’ah hingga sekarang masih belum menemukan kata sepakat siapa yang dimaksud dengan dua belas Khalifah itu!

*
Dua Belas Khalifah!

Pada mathlab tentang dibatasinya Khilafah hanya pada dua belas orang, Syeikh Ibnu Abdul Wahhâb menuliskan ketarangan sebagai berikut:

ومنها دعواهم إنحصار الخلافة في إثني عشر فإنهم كلهم بالنص والابصار عمن قبله وهذه دعوى بلا دليل مشتملة على كذب فبطلانها أظهر من أن يبين ويتوسلون بها إلى بطلان خلافة من سواهم ، في ذلك تكذيب لنصوص واردة في خلافة الخلفاء الراشدين وخلافة قريش .

“Di antara kesesatan Syi’ah adalah klaim mereka bahwa Khilafah hanya terbatas pada dua belas Khalifah, dan mereka semuanya ditetapkan berdasarkan nash/ penunjukan dari Khalifah sebelumnya. Ini adalah klaim tanpa dalil, lagi memuat kebohongan. Kebatilannya lebih terang untuk harus diterangkan. Dengannya mereka mencari bantuan untuk membatalkan Khilafah selain dua belas Khalifah (Imam) mereka. Pada yang demikian terdapat pengingkaran terhadap nash-nash yang datang tentang khilafah para Khulafâ’ yang Rasyidin dan Khilafah Quraisy.”

Ibnu Jakfari berkata:

Adapun tuduhannya bahwa klaim Syi’ah tanpa dalil, maka itu hanya sekedar klaim batil tanpa dalil, seperti akan kami buktikan bahwa klaim Syi’ah justru sesuai dengan dalil! Selain itu, saya tidak mengerti mengapa Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb tidak mau membebani dirinya untuk membuktikan kepalsuan klaim Syi’ah dan hanya mencukupkan diri dengan mengatakan bahwa “kebatilannya lebih terang untuk harus diterangkan” bukankah sikap pasif itu membuktikan ketidak-mampuannya mematahkan argumentasi-argumentasi pandangan Syi’ah yang didukung oleh dalil-dalil shahih dan kuat?!

*
Sabda Nabi saw. Bahwa Jumlah Khalifah Sepanjang Usia Umat Islam adalah dua Belas!

Banyak sekali hadis yang telah diriwayatkan dan dishahihkan para muhaddis dan ulama Ahlusunnah, di antaranya adalah para penulis Shihâh, Musnad, seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud, Imam Ahmad, al Hakim dkk. bahwa jumlah pemimpin/Khalifah adalah dua belas, tidak lebih tidak kurang, semuanya dari suku Quraisy. Tidak ada perbedaan kecuali dalam redaksi: Khalifah atau Amîr atau Rajul atau Qayyim.

Di bawah ini akan saya sebutkan sebagian darinya:

o Hadis Bukhari:

Dari Jabir ibn Samurah, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:

يكونُ اثْنا عشرَ أميرًا

“Akan ada dua belas Amir.”

Lalu beliau mengucapkan sebuah kalimat yang aku tidak mendengarnya, lalu ayahku berkata, “Nabi saw. bersabda:

كُلُّهُمْ مِنْ قُريش.

“Semuanya dari suku Quraisy. ”[3]

o Hadis Mulsim:

Imam Muslim meriwayatkan beberapa riwayat tentangnya, di antara dari Jabir bin Samurah, ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah bersabda:

لا يزالُ الدينُ عزيزا مَنِيْعًا إلى اثني عشر خليفةً

“Agama ini senantiasa akan jaya dan terpelihara hingga berlalu dua belas Khalifah.”

Lalu beliau menyampaikan sebuah kata yang aku dibuat tuli (tidak mendengarnya) oleh orang-orang! Aku bertanya kepada ayahku, “Apa yang beliau sabdakan?” Ia menjawab:

كُلُّهُمْ مِنْ قُريش.

“Semuanya dari suku Quraisy.”[4]

Jabir ibn Sarumah, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda:

لا يزالُ الإسْلاَمُ عزيزاً إلى إثْنَيْ عشر خليفَةً.

“Agama Islam senantiasa akan berjaya hingga berlalu dua belas Khalifah.”

Kemudian beliau berkata sebuah kata yang tidak kufahami, lalu aku bertanya kepada ayahku, “Apa yang beliau sabdakan?” Ia menjawab, “B eliau bersabda:

كُلُّهُمْ مِنْ قُريش.

“Semuanya dari suku Quraisy!.”

Hadis-hadis serupa juga telah diriwayatkan oleh Imam at Turmudzi dalam Sunan-nya, Abu Daud dalam Sunan-nya, al Hakim dalam al Musdatrak-nya, ath Thabarâni dalam al Mu’jam al Awsath-nya dkk.

Sebagian ulama di luar mazhab Syi’ah merasa kebingungan memaknai hadis-hadis di atas, sehingga pada akhirnya tidak sedikit yang memaksa diri menyebutkan tafsir dan pemaknaan yang tidak bertanggung jawab, sebagaimana sebagian lainnya menyerah dan mengaku tidak memahami apa sebenarnya maksud sabda Nabi saw. tersebut.

Ibnu al Jawzi –salah seorang alim yang tidak jarang dibanggakan kaum Wahhâbi- bertaka, “Aku telah lama merenungkan dan meneliti maksud hadis ini dan mencari tau tentangnya diberbagai tempat yang mungkin memberikan jawabannya, akan tetapi aku tidak mendapatkan kejelasan maksud dari hadis itu.”[5]

Adapun Ibnu Taimiyyah –panutan utama pendiri sekte Wahhabi- dengan tegas mengatakan bahwa yang dimaksud dengannya bukanlah dua belas Imam dari Ahlulbait as. yang diyakini Syi’ah! Dan salahlah sebagian orang Ahli Kitab (Yahudi) yang menganggap bahwa dua belas Khalifah itu adalah para imam Syi’ah. Ibnu Katisr menukil pendappat gurunya; Ibnu Taimiyah sebagai berkata, “Guru, Syeikh kami Allamah Abu al Abbas ibn Taimiyyah berkata, ‘Mereka yang dikabar-gembirakan dalam hadis Jabir ibn Samurah dan ditetapkan bahwa mereka akan berpencar di antara umat (Islam), dan kiamat tidak akan terjadi sehingga kedua belas itu ada. Dan salahlah banyak orang yang berkohormatan memeluk Islam dari kaum Yahudi maka mereka menganggap behwa mereka itu (dua belas Khalifah/Amir) itu adalah para imam yang dianjurkan kaum Rafidhah, lalu mereka (orang-orangYahudi) itu mengikutinya.”[6]

Jika demikian, lalu siapakah dua Khalifah yang dikabar-gemnbirana Allah dan Rasul-Nya akan membawa kejayaan Islam menurut Ibnu Taimiyyah? Di sini Ibnu Taimiyyah menegaskan bahwa mereka itu adalah: 1) Abu Bakar, 2) Umar, 3) Utsman, 4) Ali. Kemudian berkuasalah pemimpin yang disepakati umat Islam dan ia mendapat kejayaan dan kekuatan, yaitu, 5) Mu’awiyah, 6) Yazid putra Mu’awiyah, 7) Abdul Malik ibn Marwan, dan keempat pelanjutnya dari keturunannya, di antara adalah Umar ibn Abdul Aziz. Setelah itu terjadilah di negri Islam apa yang terjadi hingga sekarang.

Sesunggunya bani Umayyah telah berkuasa di seantero penjuru dunia Islam. Kekuasaan di masa mereka berjaya. … Mereka itulah dua belas Khalifah yang telah disebutkan dalam Taurat ketika mengabar-gembirakan kepada Ismail bahwa akan lahir dari keturunannya dua belas pemimpin.”[7]

Kabar gembira yang ia maksudkan adalah apa yang tertera dalam kitab Perjanjian Lama, Kejadian:17;20. Allah berfirman: “Aku telah mendengarkan permintaanmu; ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar.”

Jadi dalam pandangan Ibnu Taimiyyah –Salaf dan rujukan utama kaum Wahhabi- Mu’awiyah dan putranya Yazid, Abdul Malik ibn Marwan –si jagal yang haus darah-, Sulaiman ibn Abdil Malik dkk adalah termasuk pribadi-pribadi agung yang telah dikabar-gembirakan Allah kepada Nabi Ismail dan kemudian juga dikabar-gembirakan dan dibanggakan oleh Rasulullah saw… dalam banyak sabdanya.

Mungkinkah Allah memberkati Yazid yang dengan kejam dan penuh nafsu setan membantai mkeluarga suci Rasulullah saw. di padang Karbala?! Akal sehat siapam yang eken menerima omongan bahwa Allah telah memberkati Mu’awiyah yang dengan tanpa iman memerangi Khalifah yang sah; Ali ibn Abi Thalib as. dan membunuh dengan darah dingi para sahabat Nabi saw. serta sebagai Penganjur kepada api nereka, seperti disabdakan Nabi saw. sendiri?!

Dan apakah …?! Dan apakah….?!

[1] Mîzân al I’tidâl,2/48.

[2]Yanâbi’ al Mawaddah :Bab :77 :3\105

[3] Shahih Bukhri, Kitabul Ahkâm, Bab al Istikhlâf,8/127.

[4] Shahih Muslim, 6/3.

[5] Fath al Bâri; Ibnu Hajar al ‘Asqallâni,13/181.

[6] Al Bidayah wa an Nihayah,6/250.

[7] Minhaj as Sunnah, 8/238.

Label:

Wahhabi Menggugat Syi’ah (17)

Wahhabi Menggugat Syi’ah (17)
Ditulis pada Nopember 28, 2008 oleh Ibnu Jakfari

Kenaifan Ibnu Taimiyah

Ibnu Taimiyah, rujukan utama dan kebanggaan kaum Wahhabi menolak hadis turunnya ayat tersebut pada peristiwa Ghadir Khum dengan tanpa alasan yang jelas dan tanpa bukti ilmiah… ia membantahnya hanya dengan bermodalkan retorika kosong dan kata-kata tak jelas arah dan tujuan.

Allamah al Hilli (rahmatullah ‘Alaihi/semoga rahmat Allah menyelimutinya) berdalil dengan ayat al Ikmâl. Beliau berkata:

Bukti ketiga adalah firmah Allah –Ta’ala-:

اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الاِسلام ديناً.

Abu Nu’aim meriwayatkan dengan sanadnya kepada Abu Sa’id al Khudri, bahwa sesungguhnya Nabi saw. mengajak manusia ke Ghadir Khum …..

Lalu Ibnu Taimiyah membantahnya dengan mengulang-ulang apa yang ia katakan ketika membantah turunnya ayat sebelumnya (ayat al Balâgh), ia berkata:

إنّ مجرّد عزوه إلى رواية أبي نعيم لا تفيد الصحّة!

وإنّ هذا الحديث من الكذب الموضوع باتّفاق أهل المعرفة بالموضوعات!
وهذا لا يعرفه أهل العلم بالحديث، والمرجع إليهم في ذلك.

وإنّ هذه الآية ليس فيها دلالة على عليٍّ ولا إمامته بوجهٍ من الوجوه، بل فيها إخبار الله بإكمال الدين وإتمام النعمة على المؤمنين، ورضا الاِسلام ديناً.

فدعوى المدّعي أنّ القرآن يدلّ على إمامته من هذا الوجه كذب ظاهر.

”Sesungguhnya dengan sekedar menyandarkan hadis kepada Abu Nu’aim tidak memberi faedah keshahihan hadis tersebut!

Hadis itu adalah kebohongan lagi palsu berdasarkan kesepakatan para pakar yang mengetahui hadis-hadis palsu!

Hadis itu tidak dikenal oleh para ulama Ahli Hadis yang menjadi rujukan dalam masalah itu.

Ayat tersebut tidak terdapat di dalamnya petunjuk tentang imamah Ali sama sekali. Di dalamnya hanya ada pemberitaan Allah disempurnakannya agama dan dilengkapinya nikmat atas kaum Mukminin, serta kerelaan Islam sebagai agama.

Dan klaim orang yang mengaku bahwa Al Qur’an menunjukkan imamah Ali dari sisi ini adalah kepalsuan nyata.”

Ia juga berkata:

وإن قال: الحديث يدلّ على ذلك.

فيقال: الحديث إنْ كان صحيحاً فتكون الحجّة من الحديث لا من الآية، وإن لم يكن صحيحاً فلا حجّة في هذا ولا في هذا، فعلى التقديرين لا دلالة في الآية على ذلك… .

“Jika ada yang berkata, “Hadis telah menunjukkan hal itu.”

Maka akan dijawab bahwa hadis itu jika ia shahih, maka sebenarnya yang menjadi hujjah (dalam masalah ini) adalah hadis bukan ayat (tersebut). Dan jika ia tidak shahih, maka sama sekali tidak ada hujjah, tidak pada hadis itu sendiri tidak juga pada ayat tersebut. Maka dengan demikian, sama sekali tidak ada petunjuk untuk hal itu … “[1]

Ibnu Jakfari berkata:

Sebenarnya Allamah al Hilli berdalil dengan ayat tersebut yang telah ditafsirkan berdasarkan hadis. Jadi ia berdalil dengan ayat bukan dengan hadis! Sementara itu hadis yang sedang menafsirkan ayat tersebut adalah shahih, bukan mawdhû’ (palsu) seperti yang diaku Ibnu Taimiyah. Bukti-bukti keshahihannya telah saya paparkan sebelumnya. Dan apa yang dikatakannya tidak lebih dari sekedar fanatisme buta dan tidak bertanggung jawab! Para ulama telah menshahihkannya… para perawinya-pun telah memenuhi kualitas parawi hadis shahih! Jadi siapakah Ahli Hadis dan Pakar Peneliti yang ia maksud?! Mengapakah tidak satupun dari mereka itu ia sebutkan namanya dan atau keterangannya?!

Kebohongan seperti itu sudah sering kami dengar/baca dari Ibnu Taimiyah dan koleganya! Semoga kita dijauhkan dari kebutaan dalam agama. Amiîn.

[1] Minhâj as Sunnah,7/52-55.

Label:

Lima Belas Bukti Palsu Khilafah Abu Bakar (2)

Lima Belas Bukti Palsu Khilafah Abu Bakar (2)
Ditulis pada Nopember 28, 2008 oleh Ibnu Jakfari

Menyoroti Hadis-hadis Khilafah Abu Bakar

Ibnu Abdil Wahhâb menyebutkan sekitar lima belas hadis/dalil yang ia akhiri dengan kata-kata kecaman dan luapan emosi terpendam, tanpa menghiraukan konsekuensi berbahaya dari vonis yang ia lontarkan. Ia berkata, ”Dan hadis-hadis ini dan yang semisalnya akan membuat hitam gelegam wajah-wajah kaum Rafidhah dan kaum fasiq yang mengingkari kekhalifahan Abu Bakar ash Shiddîq ra.”

Untuk menyingkat waktu pembaca langsung saja kita ikuti satu persatu hadis yang ia sebutkan:

(1) Hadis Ali as.

عن علي رضي الله عنه قال: دخلنا على رسول الله صلى الله عليه وسلم فقلنا : يا رسول الله استخلف علينا . قال : إن يعلم الله فيكم خيراً يول عليكم خيركم . فقال علي رضي الله عنه : فعلم الله فينا خيراً فولّى علينا خيرنا أبا بكر رضي الله عنه . رواه الدار قطني .

“Dari Ali ra. ia berkata, “Kami masuk menemui Rasulullah saw. lalu kami berkata, ‘Wahai Rasulullah, tunjuklah seorang pengganti (Khalifah) yang memimpin kami.’ Maka Rasulullah saw. bersabda, ‘Jika Allah mengetahui pada kalian ada kebaikan pastilah Allah mengangkat seorang yang terbaik untuk memimpin kalian.’ Maka Ali ra. berkata, ‘Allah mengetahui bahwa pada kami ada kebaikan maka Allah mengangkat orang terbaik kami yaitu Abu Bakar ra. untuk memimpin kami.’” (HR. ad Dâruquthni)

وهذا أقوى حجة على من يدّعي موالاة علي رضي الله عنه،

“Dan ini adalah paling kuatnya hujjah melawan orang yang mengaku mengikuti Ali.”

Ibnu Jakfari berkata:

Ini adalah hadis pertama dari dalil-dalil tekstual -sperti yang akan saya sebutkan satu persat- yang dibanggakan Ibnu Abdil Wahhâb –Pendiri Sekte Wahhâbi- dalam menegakkan legalitas kekhilafahan Abu Bakar. Dan dengan sedikit bermodal kesabaran dan sedikit ketelitian saja, serta tidak harus menjadi seorang “Pakar Hadis” Anda pasti dapat membuktikan betapa palsu hadis-hadis di atas yang diatas-namakan Rasulullah saw.

Hadis-hadis yang ia banggakan sebagai bukti kuat dan membungkam mulut-mulut lawan itu ternyata saling kontradiksi antara satu dengan lainnya, selain realita sejarah dan perjalanan peristiwa-peristiwa membuktikan kebohongannya, serta tanda-tanda kepalsuannya begitu kentara! Disamping tentunya bertolak-belakang dengan dogma Wahhabi sendiri!

Agar Anda tidak menuduh saya mengada-ngada dalam menvonis palsu atas hadis-hadis di atas, mari kita teliti satu persatu hadis-hadis tersebut!

Namun sebelumnya ada satu hal yang patut diutarakan dan harus senantiasa diingat dan diindahkan dalam mendiskusikan masalah-masalah yang diperselisihkan antara Syi’ah dan kelompok-kelompok lain di luar Syi’ah, khususnya kaum Wahhabi yang akhir-akhir ini getol membawa Panji Permusuhan dan Pengafiran terhadap kaum Syi’ah Imamiyah Ja’fariyah Itsnâ Asyariyyah! Yaitu tentang “aturan main” dan etika berdialoq!

Sepertinya masalah yang satu kurang dimengerti atau memang sengaja tidak mau dimengerti, atau sengaja diabaikan dan tidak “digubris” oleh sebagian besar mereka yang gemar menghujat dan menggugat Syi’ah dan ajarannya. Yaitu mengenai kesepakatan akan argument yang boleh dijadikan pijakan dalam berdiskusi! Tentunya dalil yang berhak masuk ke dalam rana diskusi adalah dalil yang telah disepakati terlebih dahulu kehujjahannya oleh kedua belah pihak yang akan berdiskusi! Bukan hanya dalil yang dipercaya oleh satu pihak saja, sementara pihak lainnya tidak mengakuinya!

Di sini, dalam kesempatan ini Anda berhak terheran-heran ketika menyaksikan Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb dalam gugatan dan hujatannya atas kaum Syi’ah yang tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar dan dalam upaya ngototnya (namun sayang sia-sia) dalam menegakkan keabsahan Khilafah Abu Bakar … dalam semua itu ternyata Imam Sekte Wahhâbi ini hanya berdalil dengan dalil-dalil yang hanya berlaku di kalangan kelompoknya… legalitasnya tidak pernah disepakati oleh Syi’ah! bahkan rata-rata hadis andalannya itu ternyata telah divonis lemah, munkar, lâ yashihhu/tidak shahih, lâ ashla lahu/tidak punya asal muassal, bahkan tidak jarang yang maudhû’/palsu. Ia hanya pandai mencecer hadis-hadis dan kemudian memaksa Syi’ah untuk menerima konsekuaensi darinya, sementara itu hadis-hadis itu hanya ada dalam kitab-kitab selain Syi’ah dan Syi’ah sama sekali tidak pernah mengakuinya tidak juga kebanyak pakar ahli hadis Ahlusunnah!

Tentunya etika seperti itu sangat jauh dari inshâf, jauh dari obyektifitas diskusi! Semestinya Imam kaum Wahhabi itu mampu membongkar akar akidah Syi’ah melalui riwayat-riwayat Syi’ah sendiri dan menegakkan pondasi Kekhalifahan Abu Bakar di atas dalil-dalil dan hadis-hadis yang diakui Syi’ah karena, misalnya ia termaktub dalam kitab standar andalan mereka! Seperti yang selama ini dilakukan ulama Syi’ah!

Sebab jika etika berdialoq ini tidak ia indahkan, maka apakah ia siap dan sudi menerima dalil-dalil dari kitab-kitab Syi’ah yang diajukan ulama mereka untuk menegakkan pondasi akidah mereka tentang Imamah Ali dan Ahlulbait as.

Apakah jika ulama Syi’ah mengatakan bahwa keyakinan kami tentang Imamah adalah bahwa Nabi telah menunjuk Ali dan Ahlulbait as. sebagai pemimpin umat Islam sepeninggal Nabi saw. dan siapapun yang menyerobot Ali as. berarti Khilafahnya tidak sah! Semua itu berdasarkan hadis-hadis yang telah diriwayatkan para ulama kami dalam kitab-kitab mereka! Apakah jika hal itu dilakukan ulama Syi’ah, Ibnu Abdil Wahhâb akan menerimanya? Atau justru ia akan mengatakan bahwa, itu adalah hadis-hadis ulama kamu! Kami tidak akan menerimanya! Datangkan hadis-hadis dari riwayat kami, agar kami mau menerimanya! Bukankah demikian sikap yang akan ia tampilkan?! Lalu sekarang mengapakah kaum Syi’ah harus dipaksa menerima hadis-hadis yang hanya diriwayatkan melalui jalur-jalur selain Syi’ah yang kandungannya bertentangan dengan keyaknan dan akidah Syi’ah?!

Jadi semestinya, jika Ibnu Abdil Wahhâb bernafsu untuk menegakkan bukti-bukti kekhilafahan Abu Bakar, ia harus membutkikan dari riwayat-riwayat Syi’ah! sebab dengan demikian ia berhak memaksa kaum Syi’ah untuk menerimanya secara konsekuen hadis-hadis yang ternyata telah diriwayatkan dan dishahihkan para ulama mereka sendiri. Sebagaimana apabila kaum Syi’ah hendak bermaksud menegakkan bukti-bukti imamah Ali dan Ahlulbait as. dan atau membuktikan ketidak-sahan khilafah selain Ali as. maka hendaknya mereka membuktikannya dari riwayat-riwayat ulama kelompok yang menjadi lawan dialoq mereka!

Tetapi sekali lagi saya katakan sangat disayangkan ternyata Ibnu Abdil Wahhâb, seperti juga kebanyakan ulama lainnya yang menghujat dan mengguat Syi’ah tidak pernah mengindahkan etika positif ini…. Mereka hanya mau menang sendiri… maka akibatnya hanya kerancaun dan hilangnya panji-panji kebanaran di tengah-tengah huruk-pikuk kegaduhan!

Dan perlu saya sampaikan juga bahwa sejatinya tidak ada kuwajiban atas saya untuk menanggapi dalil-dalil (hadis-hadis) yang ia ajukan sebab ia riwayat selain Syi’ah yang tidak ada hak baginya untuk memaksa kaum Syi’ah agar menerimanya dan meninggalkan keyakinan yang telah mereka tegakkan di atas dasar hadis-hadis Ahlulbait as. yang telah mereka riwayatkan dengan sanad yang shahih. Kalaupun saya menanggapinya sekarang ini, itu murni karena kebaikan sikap saya yang masih mau meluangkan waktu untuknya! Sama sekali tidak ada kewajiban atas saya, baik wajib aqli maupun wajib akhlaqi!

Setelah ini semua marilah kita kembali meneliti hadis-hadis di atas.

Ahlusunnah Sepakat Tidak Ada Nash Penujukan Dari Nabi saw!

Hal mendasar yang akan membubarkan angan-angan Imam Wahhabi kali ini ialah bahwa termasuk hal yang telah disepakati para pembesar ulama Ahlusunnah adalah bahwa Nabi saw. tidak pernah menujuk siapa Khalifah sepeninggal beliau saw. Ketarangan al Îji sebelumnya telah menegaskan hal itu!

Ada sebuah stitmen penting dan mendasar yang disampaikan Umar –selaku Khalifah kedua- ketika ia diminta para sahabat untuk menunjuk seorang Khalifah yang akan mengantikan posisinya setalah mati nanti, maka ia berkata, ”Jika aku tidak menunjuk seorang pengganti maka ketahuilah bahwa Rasulullah juga tidak menunjuk seorang pengganti dan jika aku menunjuk maka Abu Bakar telah menunjuk.”[1]

Dan di saat-saat terakhir menjelang kematiannya, ketika ada yang mengatakan kepaanya, “Jangan Anda biarkan umat Muhammad tanpa pengembala, tunjuklah seorang pemimpin!” Umar ibn al Khaththâb menjawab, “Jika aku membiarkan maka ketahuilah bahwa orang yang lebih baik dariku (Rasulullah saw. maksudnya) telah membiarkan dan jika aku menunjuk seorang pengganti maka sesungguhnya seorang yang juga lebih baik dariku (Abu Bakar maksudnya) telah menunjuk.”[2]

Selain bukti di atas, Anda dapat menemukan bagaimana Abu Bakar -selaku Khalifah pertama- juga berandai-andai jika ia dahulu bertanya kepada Rasulullah saw. siapa yang berhak atas jabatan kekhalifahan ini dan apakah kaum Anshar memiliki hak untuk menjabat atau tidak. Abu Bakar berkata, “Saya ingin andai dahulu aku bertanya kepada Rasulullah untuk siapa perkara (khilafah) ini sehingga ia tidak direbut oleh seorangpun yang bukan ahlinya? Aku ingin andai aku bertanya, apakah orang-orang Anshar mempunyai hak dalam perkara ini?.”[3]

Umar juga menyesal karena tidak sempat bertanya kepada Rasulullah saw. tentang tiga perkara, yang andai ia mengetahuinya pasti itu lebih ia sukai dari onta berwarna kemerah-merahan atau seperti dalam redaksi lebih ia sukai dari dunia dan seisinya, yaitu siapa Khilafah sepeninggal beliau, tentang hukum waris Kalalah dan hukum riba’.[4]

Semua itu adalah bukti konkrit bahwa baik Abu Bakar maupun Umar tidak pernah mengetahui barang satu huruf pun dari nash-nash penunjukan tersebut. Terlebih lagi jika Anda memperhatikan argumentasi yang diajukan Abu Bakar dan Umar dalam rapat Saqifah… . Sama sekali tidak menyebut-nyebut adanya nash/penunjukan itu!

Adapun riwayat-riwayat yang dibanggakan Ibnu Abdil Wahhâb maka perlu diketahui di sini bahwa para pembesar ulama Ahlusunnah telah menegaskankan kebatilan sebagian besar darinya!

o Riwayat Pertama:

Adapun riwayat pertama maka ia tertolak dengan alasan di bawah ini:

1) Imam Ali as. tidak memberikan baiat selama enam bulan

Berdasarkan riwayat-riwayat shahih yang telah saya sebutkan sebelumnya dari riwayat Imam bukhari, Muslim dan para pembesar ahli hadis lainnya yang mengatakan bahwa Imam Ali as. tidak memberikan baiat kepada Abu Bakar selama enam bulan, sebab beliau menganggap Abu Bakar bersikap semena-mena dalam hal ini. Jika benar Imam Ali as. telah mendengar Nabi saw. bersabda demikian pastilah beliau orang pertama yang akan bergegas membaiat Abu Bakar dan tidak akan membiarkan Fatimah istrinya menentang Abu Bakar dan menolak memberikan baiat!

2) Abu Bakar mengaku ia bukan orang yang paling baik

Sumber-sumber terpercaya Ahlusunnah menukil bahwa segera setelah diangkat sebagai Khalifah, Abu Bakar berpidato dan berkata, “Sesungguhnya aku telah diangkat menjadi pemimpin atas kalian sementara aku ini bukan orang terbaik kalian.”[5]

Dan ini adalah bukti nyata bahwa Abu Bakar tidak menilai dirinya memiliki keunggulan di atas lainnya seperti yang ramai-ramai diklaim oleh pengikutnya.

3) Umar menuduh baiat Abu Bakar adalah faltah

Dalam sebuah kesempatan, Umar menyatakan di hadapan khalayak ramai ketika berpidato bahwa pembaiatan atas Abu Bakar itu terjadi secara faltah, tergerah-gesah, akan tetapi menyelamatkan umat dari dampak buruknya.

[1] Baca Shahih Bukhari,9/100, pada Kitabu al Ahkâm, Bab al Istikhlâf dan Shahih Muslim, 3/1454 bab al Istikhlâf wa tarkihi, Hilyah al Auliyâ’,1\44, as Sunan al Kubrâ, 8\149 dll.

[2] Murûj adz Dzahab; as Mas’udi,:2\253. Dâr al Fikr.

[3] Tarikh ath Thabari:4\53dan al Iqd al Farîd,2\254.

[4] Musnad Imam Ahmad,1/35, Tafsir al Qurthubi,6/30, Al Bidayah wa an Nihayah,3/247 dan Sunan al Baihaqi,8/149. Hadis serupa juga dapat Anda jumpai dalam tafsir Ibnu Katsir,1/595 dari riwayat al hakim dengan sanad shahih bertdasarkan syarat Bukhari&Muslim.

[5] Al Kâmil fi at Târîkh,2/232, Târîkh ath Thabari,3/210 dan at Tamhîd:487.

Label: ,

Wahhabi Menggugat Syi’ah (16)

Wahhabi Menggugat Syi’ah (16)
Ditulis pada Nopember 28, 2008 oleh Ibnu Jakfari

o Riwayat Ibnu ‘Asâkir ad Dimasyqi

Ibnu ‘Asâkir telah meriwayatkan hadis tentang turunnya ayat al Ikmâl berkaitan dengan pengangkatan Imam Ali di Ghadir Khum dari berbagai jalur. Ia meriwayatkan dari jalur al Khathîb, seperti yang telah lewat saya sebutkan dari Tarikh Baghdad-nya, kemudian setelahnya ia berkata:

أخبرناه عالياً أبو بكر ابن المزرفي، أنبأنا أبو الحسين ابن المهتدي، أنبأنا عمر بن أحمد، أنبأنا أحمـد بن عبـدالله بن أحمد، أنبأنا عليّ بن سعيد الرقّي، أنبأنا ضمرة، عن ابن شوذب، عن مطر الورّاق، عن شهر بن حوشب، عن أبي هريرة… .

Abu Bakar ibn al Marzûqi mengabarkan kepada kami secara ‘aliyan,[1]ia berkata, Abul Hasan ibn al Muhtadi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Umar ibn Ahmad mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad ibn Abdullah ibn Ahmad mengabarkan kepada kami, ia berkata Ali ibn Sa’id mengabarkan kepada kami, ia berkata Dhamrah mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syaudzab dari Mathar al Warrâq dari Syahru ibn Hausyab dari Abu Hurairah…. .

Ia juga berkata:

وأخبرناه أبو القاسم ابن السمرقندي، أنبأنا أبو الحسين ابن النقور، أنبأنا محمّـد بن عبـدالله بن الحـسين الـدقّاق، أنبأنا أحمـد بـن عبـدالله بن أحمد بن العبّـاس بن سالم بن مهران المعروف بابن النيري… .

Dan Abul Qâsim as Samarqandi mengabarkan kepada kami, ia berkata Abul Hasan ibn Naqûr mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad ibn Abdullah ibn Hasan ad Daqqâq mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad ibn Abdullah ibn Ahmad ibn Abbas ibn Sâlim ibn Mahran yang dikenal dengan nama Ibnu an Niari… .[2]



o Sekilas Tentang Jalur Ibnu ‘Asâkir

Pada jalur Ibnu ‘Asâkir di atas terdapat beberapa nama parawi yang perlu Anda ketahui, seperti:

(1) Abu Bakar ibn al Marzûqi (w.527 H)

Ibnu al Jauzi berkata:

سمعت منه الحديث، وكان ثقة ثبتاً عالماً، حسن العقيدة.

“Aku mendengar hadis darinya, ia seorang yang tsiqah, tsabtun/kokoh lagi alim, akidahnya bagus.”[3]

Adz Dzahabi berkata:

كان ثقة متقنا.

“Ia seorang yang tsiqah lagi mutqin/rapi dalam periwayatan.”[4]



(2) Abul Hasan ibn al Muhtadi (w.465 H)

Tentangnya, Al Khathîb berkata:

كان ثقة نبيلاً.

“Ia seorang yang tsiqah lagi mulia.”

As Sam’âni berkata:

كان ثقة حجّة، نبيلاً، مكثراً.

“Ia seorang yang tsiqah, Hujjajh, mulia dan banyak meriwayatkan hadis.”

Ibnu Nursi berkata:

كان ثقة يقرأ للناس.

“Ia seorang yangt tsiqah, membacakan Al Qur’an untuk orang-orang (mengajar Al Qur’an).”

Adz Dzahabi berkata:

الاِمام العالم الخطيب، المحدّث، الحجّة، مسند العراق، أبو الحسين محمّـد بن عليّ بن محمّـد… سيّد بني هاشم في عصره… .

“Ia seorang Imam yang alim, orator ulung, muhaddis, hujjah, Musnidnya penduduk Irak, Abul Hasan Muhammad ibn Ali ibn Muhammad… penghulu bani Hasyim di masanya.”[5]



(3) Umar ibn Ahmad yang dikenal dengan nama Ibnu Syâhîn (w.385 H)

Al Khathîb berkata tentangnya:

كان ثقة أميناً.

“Ia tsiqah lagi terpercaya.”

Ibnu Makûla berkata:

هو الثقة الاَمين.

“Ia adalah tsiqah lagi amanat.”

Hamzah as Sahmi menukil ad Dâruquthni sebagai mengatakan:

هو ثقة.

“Ia tsiqah.”

Abu al Walîd al Bâji berkata:

هو ثقة.

“Ia tsiqah.”

Al Azhari berkata:

كان ثقة.

“Ia adalah tsiqah.”

Adz Dzahabi berkata:

ابن شاهين الشيخ الصدوق، الحافظ، العالم، شيخ العراق، وصاحب التفسير الكبير، أبو حفص عمر بن أحمد… .

“Ibnu Syahîn adalah Syeikh yang shadûq/jujur, hafidz, alim, guru besar penduduk Irak, penulis kitab Tafsir yang besar; Abu Hafsh Umar ibn Ahmad….”[6]



(4) Ahmad ibn Abdullah ibn Ahmad.

Ia adalah Ibnu an Nairi yang telah lewat kami sebeutkan. Adapun parawi lainnya dalam sanad ini akan kami bicarakan nanti.



Jalur Kedua:

Sedangkan pada jalur kedua ada beberapa nama yang perlu kita telaah, seperti:

(1) Abul Qâsim as Smarqandi (w.536 H)

Ibnu ‘Asâkir berkata:

كان ثقة مكثراً.

“Ia adalah tsiqah lagi banyak meriwayatkan.”

As Salafi berkata:

هو ثقة.

“Ia tsiqah.”

Adz Dzahabi berkata:

الشيخ الاِمام، المحدّث، المفيد، المسند، أبو القاسم إسماعيل بن أحمد… .

“Ia adalah Syeikh (guru besar) Imam, Muhaddits, Mufîd, Musnid; Abul Qâsim Ismail ibn Ahmad… .”[7]



(2) Abul Husain ibn an Naqûr (w.470 H)

Al Khathîb berkata:

كان صدوقا.

“Ia jujur.”

Ibnu Khairân berkata:

ثقة.

“Ia tsiqah.”

Adz Dzahabi berkata:

ابن النقور، الشيخ الجليل الصدوق، مسند العراق، أبو الحسين أحمد بن محمّـد بن أحمد بن عبـدالله بن النقور البغدادي البزّاز… .

“Ibnu an Naqûr adalah seorang Syeikh yang agung lagi jujur/shadûq, Musnid penduduk Irak; Abul Hasan Ahmad ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Abdullah ibn an Naqûr al Baghdadi al Bazzâr…. .”[8]



(3) Muhammad ibn Abdullah ibn Hasan ad Daqqâq. Yaitu anak saudara Mîni yang telah lewat dibicarakan.

(4) Ahmad ibn Abdullah …. Ibnu an Nairi. Teleh lewah dibicarakan.

Sementara itu, para perawi lainnya akan dibicarakan nanti.

[1] Maksudnya dengan sanad yang pendek/sedikit perantaraannya, dan yang demikian itu makin menambah kualitas sanad dibanding jika mata rantai perawi dalam sanad itu panjang. Demikian dijelaskan para ulama.

[2] Tarikh Damasqus, ketika menyebut diodata Imam Ali as.,2, hadis dengan nomer 575-578 dan585.

[3] Al Muntadzim,17/281.

[4] Siyar A’lâm,19/631.

[5] Semua komentar di atas diambil dari Siyar A’lâm,18/241.

[6] Semua komentar di atas diambil dari Siyar A’lâm,168/431.

[7] Semua komentar di atas diambil dari Siyar A’lâm,20/28.

[8]Semua komentar di atas diambil dari Siyar A’lâm,18/372.

Label:

Hadis Memandang Wajah Ali adalah Ibadah Shahih!

Hadis Memandang Wajah Ali adalah Ibadah Shahih!
Ditulis pada Nopember 25, 2008 oleh Ibnu Jakfari
Hadis Memandang Wajah Ali adalah Ibadah Shahih!
(TULISAN INI ADALAH TANGGAPAN ATAS ARTIKEL: Kedudukan Hadits “Memandang Ali adalah Ibadah” Ditulis pada Nopember 5, 2008 oleh haulasyiah
Pendahuluan:
Banyak upaya dilakukan oleh mereka yang bersembunyi di balik slogan “Memurnikan Sunnah dari Kepalsuan” untuk melakukan penolakan terhadap hadis-hadis shahih keutamaan keluarga suci Nabi saw. utamanya Imam Ali ibn Abi Thalib as.
Tidak jarang ketidak jujuran dijadikan modal utama, menipulasi data sebagai sajian andalannya.
Meneliti kualitas sebuah hadis dan kemudian menetukan status atasnya bukanlah sebuah usaha sederhana yang dapat dilakukan dengan asal-asalan dan tanpa kerja keras menelusuri jalur-jalurnya dan meneliti setiap periwayat pada masing-masing jalur….
Sebagaimana menetukan sikap dalam menilai kualitas seorang periwayat yang merupakan dasar yang di atasnya akan ditegakkan penilaian terhadap status dan kualitas sebuah hadis/riwayat bukanlah kerja mudah, sebab kita harus melibatkan dengan seksama dan penuh keseriusan serta juga ketulusan setiap keterangan dan penilaian yang diberikan para ulama Ahli Jarh dan Ta’dil terhadap seorang periwayat tersebut! Dan juga harus mamastikan bahwa keterangan yang diberikan itu murni demi ilmu pengetahuan dan kebenaran agama semata, bukan dipengaruhi oleh faktor-faktor kotor yang tidak bertanggung jawab!
Inilah yang harus selalu kita indahkan dalam menilai status sebuah hadis/riwayat!
Meneliti satu atau dua jalur saja belum cukup untuk membenarkan kita menvonis lemah apalagi palsu sebuah hadis/riwayat! Setelah meneliti satu atau dua jalur, jika ternyata ditemukan cacat padanya, kita hanya dibenarkan menvonis bahwa hadis ini atau itu dari jalur ini adalah lemah. Atau jika kelemahan itu sangat parah, kita dibenarkan menvonis jalur itu sebagai palsu. Akan tetepi tidak berarti hadis itu (yang memiliki banyak jalur tentunya) harus divonis palsu, maudhû’!.
Inilah kesalahan sebagian kalangan peneliti hadis ketika menvonis hadis ini atau itu sebagai lemah atau palsu! Mungkin sikap itu didorong oleh mentalitas dan kejiwaan tertentu! Atau karena ikut-ikutan terpengaruh oleh seorang yang menjatuhkan vonis “miring” dan menuntunnya menuju kesimpulan zalim seperti itu!
Dan sengsaralah seorang yang menjadikan burung pemakan bangkai sebagai pemandu yang menunjukinya jalan dalam pengembaraan intelektualnya.
Seorang pujangga Arab bersyair:
و من جعل الغراب له دليلا *** يَمرُّ بِه على جِيف الكلابِ
Barang siapa yang menjadikan burung gagak sebagai penunjuk jalannya….
pastilah ia akan menuntunnya melewati bangkai-bangkai anjing.
Para Ulama Tidak Jarang Menvonis Palsu Hadis Keutamaan Imam Ali as. Hanya Berdasar Hawa Nafsu
Satu hal lagi yang mesti kita mengerti dari sikap tidak jujur sebagian muhaddis Ahlusunnah (tentunya jika para ulama mau mengakui si alim itu sebagai anggota Ahlusunnah) adalah mereka menolak sebuah hadis tertentu tentang keutamaan Imam Ali as. atau menerima keshahihan sebuah hadis tertentu tentang keutamaan palsu musuh-musuh Imam Ali as. hanya bermodalkan selera pridabi, bisikan hati keruh dan hawa nafsu. Banyak contoh dalam kasus ini, akan tetapi kali ini saya hanya akan menyebutkan satu contoh saja darinya.
Syeikh al Ghimmari berkata, “Adz Dzahabi menyebutkan sebuah hadis tentang keutamaan Ali dan Abbas dengan sanad semua periwayatnya tsiqât/terpercaya, kemudian setelahnya ia berkata, ‘Hadis ini adalah palsu dalam kritikanku. Dan aku tidak tau apa penyakitnya? Sufyân ibn Bisyr seorang yangt tsiqah, aku tidak melihatnya ada cacat padanya. Jadi hendaknya ia dicacat karenanya (meriwayatkan hadis ini).”[1]
Adapun ketika ada sebuah hadis tentang keutamaan Mu’awiyah ibn Abu Sufyan “Pimpinan Para Penganjur Ke Dalam Api Neraka” yang diriwayakan ole ath Thabarani dari jalur Abdullah ibn Busr, “Sesungguhnya Rasulullah saw. meminta izin kepada Abu Bakar dan Umar tentang sebuah urusan, beliau bersabda, ‘Beri pendapat untukku!’ Maka keduanya berkata, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahi.’ Nabi mengulang kembali ‘Beri pendapat untukku!’ dan keduanya pun mengulang jawaban mereka. Nabi saw. bersabda, ‘Panggilkan Mu’awiyah untukku!’ … setelah Mu’awiyah datang dan berdiri di hadapan Nabi saw., beliau bersabda, ‘Sertakan ia dalam urusan kalian, seba sesungghya ia adalaah seorang yang kuat lagi jujur!.’”
Al Hatsami berkata, “Dan Syeikhnya ath Thabarani tidak seorang pun yang mentsiqahkannya selain adz Dzahabi. Ia tidak dicacat dengan jelas (dijabarkan alasan pencacatannya), namun kendati demikian hadis ini adalah munkar. Allah A‘lam.”[2]
Coba Anda perhatikan, bagaimana adz Dzahabi mentsiqahkan seorang perawi yang ia sendiri tidak pernah hidup sezaman dengannya… tidak pernah bergaul dan mengetahui langsung jati dirinya?! Dan antara dia dan periwayat yang ia tsiqahkan telah dipisahlan oleh empat abad… tidak seorang pun yang pernah mentsiqahkannya! Bukankah ini “aneh bin ngawur”! Mungkinkah seorang yang punya rasa wara’ dan kehati-hatian dalam agama mengambil sikap “gila-gilaan” seperti ini?!
Tentu bagi seorang adz Dzahabi sikap seperti itu sah-sah saja selama ia mengagungkan Mu’awiyah sahabat kesayangannya yang tetunya ia sangat berharap dikumpulkan kelak bersama di tempatnya yang paling layak. Amin Allahumma Amin.
Ini hanyalah sebuah contoh, namun sungguh ia penuh pelajaran dan ibrah!
Hadis “Memandang Ali adalah ibadah” Menyakitkan Hati Kaum Munafik
Hadis “Memandang Ali adalah ibadah” termasuk hadis shahih. Ia sangat menggusarkan jiwa dan pikiran kaum nawâshib yang munafik, karenanya mereka bergegas membohongkan dan menvonis palsu. Lalu datanglah sebagian orang yang berpetunjuk dengan “gagak-gagak intelekual” tersebut itu serta berperan aktif menabur benih-benih keraguan tanpa dasar! Padahal tidak jarang di antara pakar dan korenkor hadis telah menshahihkannya.
Dengan gegabahnya, sekedar meneliti satu dua jalurnya saja Sang Muhaddis Pujaan kaum Wahhabiyah telah berani menvonis palsu hadis tersebut! Sebuah sikap yang sangat tidak ilmiah!
Dan untuk menghemat waktu pembaca saya akan sebutkan jalur-jalur periwayatan hadis tersebut.
Hadis “Memandang Ali adalah Ibadah” Te;ah di Riwayatkan oleh sebelas sahabat Nabi saw.
Pertama yang pperlu kita ketahui tentang hadis tersebut ialah bahwa sebelas sahabat telah terlibat dalam periwayatan hadis tersebut. Dan hadis riwayat-riwayat mereka telah diriwayatkan para muhaddis Ahlusunnah dari berbagai jalur.
Ibnu Asâkir dalam Tarikh Damasyqus-nya telah mengeluarkan hadis tersebut dari sebelas sahabat melalui lebih dari 2o (dua puluh) jalur.
Nama-nama Sahabat Yang Meriwayakan Hadis Tersebut
1. Abu Bakar. Hadis dengan nomer. 894, 895 dan 911.
2. Aisyah istri Nabi saw. Hadis dengan nomer. 894, 895 dan 911.
3. Ibnu Abbas. Hadis dengan nomer. 896.
4. Ibnu Mas’ud. Hadis dengan nomer.897,898,899,900 dan 901.
5. Mu’adz ibn Jabal. Hadis dengan nomer. 902.
6. Abu Hurairah. Hadis dengan nomer. 902 dan 903.
7. ‘Imrân ibn Hushain. Hadis dengan nomer.904, 905, 906 dan 907.
8. Abu Sa’id al Khudri. Hadis dengan nomer. 907.
9. Jabir ibn Abdillah. Hadis dengan nomer.908.
10. Anas ibn Malik. Hadis dengan nomer. 909.
11. Tsawban. Hadis dengan nomer. 910.
Al Hakim dan adz Dzahabi Menshahihkan Hadis Tersebut!
Al Hakim an Nîsâburi telah meriwayatkan hadis tersebut dengan bebarapa jalur dan ia shahihkan. Adz Dzahabi (kendati ia sering bersikap tidak obyektif dan sinis terhadap hadis-hadis keutamaan Ali dan Ahlulbait as.) juga menshahihkan salah satu jalurnya.
Jalur Pertama Al Hakim:
Al Hakim meriwayatkan hadis dari hadis Abu Sa’id dari ‘Imrân ibn Hushain, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda:

النظر إلى عَلِيًّ عبادةٌ.

“Memandang Ali adalah ibadah.”

Al Hakim berkata, “Ini adalah hadis shahih sanadnya, dan hadis-hadis pendukungnya dari sahabat Ibnu Mas’ud adalah shahih.

Adz Dzahabi tidak setuju dengan penshahihan al Hakim, ia berkata, “Hadis itu palsu, dan hadis pendukungnya (dari Ibnu Mas’ud) adalah shahih.[3]
Jalur Kedua:
Al Hakim meriwayatkan hadis dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda:

النظر إلى وجهِ عَلِيًّ عبادةٌ.

“Memandang wajah Ali adalah ibadah.”
Hadis ini didukung oleh riwayat ‘Amr ibn Murrah dari Ibrahim al Ju’fi…. :

النظر إلى وجهِ عَلِيًّ عبادةٌ.

“Memandang wajah Ali adalah ibadah.”
Terhadap jalur hadis pendukung dari ‘Amr ibn Murrah di atas adz Dzahabi diam tidak mencacatnya. Dan jalur ini yang kelihatannya yang ia maksud dengan kementarnya pada hadis jalur pertama.[4]
As Suyuthi Menolak Vonis Ibnu al Jauzi
Di bawah ini saya akan cuplikkan beberapa bantahan as Suyuthi atas vonis-vonis yang dilakukan oleh Ibnu al Jauzi dalam kitab al Maudhû’atnya yang memang dipermasalahkan metode yang ditempuhnya dalam menentukan status hadis!
o Hadis Ibnu Mas’ud
Ketika menjelaskan cacat pada hadis jalur Abu Bakar, Ibnu al Jauzi mengatakan bahwa hadis itu palsu dan pangkal penyakit/cacat padaanya adalah disebabkan adanya perawi bernama Qadhi Muhammad ibn Abdillah Al Ju’fi atau gurunya Husain ibn Ahmad ibn Mahzum. Dan pada jalur kedua disebabkan perawi bernama Hasan ibn al ‘Adwi si pembohong. Menyaksikan vonis di atas yang disebutkan Ibnu al Jauzi, Jalaluddin as Suyuthi mekoreksinya. Ia berkata, “Aku berkata, hadis ini punya jalur lain dari Mu’ammal, ia berkata, Ibnu Najjâr dalam kitab Tarikh-nya menulis kepada Abu Zar’ah; Ubaidullah ibn Abu Bakar al Fatwâi…. (kemudian ia menyebutkan mata rantai periwayat dalam jalur tersebut, setelahnya ia berkata):
“Maka dengan demikian selamatlah al Ju’fi dan Syeikh/gurunya dari tuduhan pemalsuan.”[5]
Komentar pembelaan Jalaluddin as Suyuthi ini adalah bantahan atas vonis Ibnu Hibbân dan Ibnu al Jauzi yang mana kitab al Lâali al Mashnû’ah karya as Suyuthi adalah ia tulis untuk mengkritik kesalahan-kesalahn Ibnu al Jauzi.
o Hadis Tsaubân:
Ketika Ibnu al Jauzi menvonis palsu hadis tersebut dari jalur Yahya ibn Salamah ibn Kuhail dari ayahnya dari Tsaubân dengan alasan bahwa Yahya menyendiri dalam meriwayatkannya dan ia matruk (parawi yang ditinggalkan para ulama)![6] Jalaluddin as Suyuthi membantahnay dengan mengatakan, “Aku berkata, ‘Yahya adalah perawi andalan at Turmudzi. Dalam kitan al Mîzân dikatakan ia telah dikautkan (dinilai kuat) oleh al Hakim seorang…. “[7]
Jadi Yahya adalah periwayat yang qawiy dalam penilaian al Hakim.
o Hadis ‘Imrân ibn Hushain
Ketika Ibnu al Jauzi menvonis palsu hadis tersebut dari jalur: Ahmad ibn Ishaq ibn Minjab, ia berkata, Muhammad ibn Yunus ibn Musa (al Kadîmi)…. dari Abu Sa’id al Khudir dari ‘Imrân ibn Husain, secara marfûan (dari Nabi saw.):

النظر إلى عَلِيًّ عبادةٌ.

“Memandang Ali adalah ibadah.”

Ibnu al Jauzi berkata, “Adapun hadis ‘Imrân maka di dalamnya terdapat Muhammad ibn Yunus ibn Musa al Kadîmi. Mereka (para ulama) telah membohongkannya (menuduhnya berbohong). Dan juga dari jalur Khalid ibn Thalîq. Mereka (para ulama) telah mendha’ifkannya. Dan jalur di dalamnya terdapat banyak perawi yang majil (tidak dikenal).”[8]
Di sini jelas sekali sikap Imam as Suyuthi dalam menolak vonis Ibnu al Jauzi dengan mengedepankan penshahihan al hakim dan riwayat ath Thabarani.
Kesimpulan:
Jadi dari pemaparan sederhana di atas dapat diketahui bahwa hadis tersebut, paling tidak melalui beberapa jalurnya adalah shahih. Ia telah dishahihkan oleh al Hakim dan adz Dzahabi.
Vonis semena-mena Ibnu al Jauzi terhadap beberapa jalurnya telah dibantah oleh Jalaluddin as Suythi.
Maka dengan demikian memutlakan vonis palsu, maudhû’ atas hadis “Memandang wajah Ali adalah ibadah” adalah tidak berdasar!
Dan saya berharap Syeikh Nashiruddin al Albâni dan atau ustadz-ustadz Wahhabi mampu membuktikan kepalsuan setiap jaklur periwayatan hadis tersebut sebelum menvonisnya!
Wallahu A’lam.
Kedudukan Hadits “Memandang Ali adalah Ibadah”

Ditulis pada Nopember 5, 2008 oleh haulasyiah

http://haulasyiah.wordpress.com/2008/11/05/kedudukan-hadits-memandang-ali-adalah-ibadah/

“النظر إلى علي بن أبي طالب عبادة “

“…memandang Ali bin Abi Thalib adalah ibadah.”

Berkata Syaikh Al Albani dalam kitabnya As Silsilah Al Ahadits Adh Dha’ifah 1/531:
Palsu. Dikeluarkan Ibnul Furrati melalui jalur Muhammad bin Zakariya bin Dinar, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Al ‘Abbas bin Bukkar, ia berkata: telah menceritakan kepada kami ‘Abbad bin Katsir dari Abu Zubair dari Zabir secara marfu’.

Menaggapi vonis gegabah Ibnu al Jauzi di atas, as Suyuthi berkata, “Saya berkata, ‘Hadis ini punya jalur lain di dalamnya tidak terdapat al Kadîmi. dalam al Mustadrak-nya, al Hakmi berkata, “Da’laj ibn Ahmad menyampaikan hadis kepada kami…. Hadi ini shahih sanadnya. Adapun (hadis dari) jalur Khalid ibn Thalîq telah diriwayatkan telah diriwayatkan ole hath Thabarani…. .”[9]

Suyuthi menyebutkan dalam “Al Laai 1/346” satu riwayat penguat dan ia diam atasnya (tidak berkomentar). (akan tetapi) riwayat penguat itu palsu juga, karena Muhammad bin Zakariya adalah Al Ghullabi dikenal sebagai pemalsu hadits.
Potongan hadits terkahir (lafazh diatas) disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam kitabnya “Al Maudu’at” dari riwayat beberapa orang shahabat, dan semuanya (yakni sanadnya) berpenyakit.

Suyuthi menyebutkan dalam kitabnya “Al Laai 1/342-346” mutaba’at dan syawahid (riwayat-riwayat penguat) yang banyak sekali, oleh karena itu ia cantumkan dalam kitabnya “Al Jami’ush Shaghir”, dan Adz Dzahabi dalam kitabnya “Talkhis Al Mustadrak 3/141” menshahihkan salah satu jalurnya, tapi tidak benar sebagaimana yang akan aku jelaskan -insya Allah- pada no.4702.

Hadits ini memiliki riwayat-riwayat penguat yang banyak akan tetapi semuanya lemah dan palsu sehingga tidak bisa merubah kedudukannya.

DIarsipkan di bawah: hadits-dhaif

______________

[1] Fathu al Malik al ‘Aliy:68.

[2] Majma’ az Zawâid,9/356.

[3] Mustadrak,3/141. Dar al Fikr.

[4] Ibid.142.

[5] Al Maudhû’at; Ibnu al Jauzi,1/271 dan al Laâli al Mashnû’ah,1/342-343.

[6] Al Maudhû’at,1/272

[7] Al Laâli,1/345.

[8] Al Maudhû’at,1/272.

[9]al Lâali al Mashnû’ah,1/345.

Label: