artikel, skripsi dan tesis islam

artikel, skripsi dan tesis islam pilihan untuk pencerahan pemikiran keislaman

Rabu, 21 Januari 2009

Menjawab Sidogiri (3)

Menjawab Sidogiri (3)
Ditulis pada Maret 26, 2008 oleh Ibnu Jakfari

Dua Lagi Kesalahan Metodologi Tim Sidogiri

Dalam meneliti akidah Syi’ah tentang Al Qur’an al Karîm, Tim Penulis Sidogiri terjatuh dalam dua kesalahan manhaji/metodologi yang fatal, yang karenanya, penelitiannya jauh dari kesimpulan ilmiah yang bertanggung jawab! Atau jangan-jangan mereka sengaja menempuh jalan itu, agar dapat sampai kepada kesimpulan yang telah dibangun sebelumnya!!

Kesalahan pertama, ketika mereka membangun sebuah asumsi adanya Syi’ah klasik dan Syi’ah kontenporer. Kesalahan kedua, mereka memaksakan bahwa apapun yang termaktub dalam kitab-kitab hadis Syi’ah, khususnya al Kâfi, Man Lâ Yahdhuruhu al Faqîh, al Istibshâr dan at Tahdzîb adalah harus diakui Syi’ah sebagai akidah mereka!



Antara Syi’ah Kontemporer dan Syi’ah Klasik

Setelah membangun asumsi di atas, Tim Penulis Sidogiri, menyimpulkan bahwa adalah naïf untuk menolak kenyataan bahwa Syi’ah memang meyakini bahwa yang dibaca umat Islam hari ini bukanlah Al Qur’an yang sebenarnya, karena terdapat banyak pembuangan dan distorsi. Maka upaya yang dilakukan oleh Syi’ah kontemporer dengan menolak keyakinan adanya tahrîf, seperti Syeikh Muhammad Husain al-Kâsyif al-Ghithâ’ (1876H-1954H) atau Muhammad Husain ath Thabathaba’i (penulis tafsir al-Mizân) masih terlalu jauh untuk dikatakan dapat menentang suara Syi’ah mayoritas (Ijmâ’ ulama Syiah).

Dengan menyebut dua sampai tiga saja dari pernyataan ulama Syiah kontemporer, lalu menyimpulkaan bahwa Syi’ah tidak berpendapat dan tidak pula meyakini adanya tahrîf dalam al-Qur’an, sebetulnya merupakan pengkaburan dan cacat secara ilmah. Suara minoritas dan berstatus sebagai pengikut atau muqallid (Syiah kontemporer) tidak akan dapat mewakili apalagi mengganti suara mayoritas dan pendahulu yang diikuti (Syiah klasik dan para pengikutnya yang mayoritas)… (Baca: Mungkinkah SUNNAH- SYIAH DALAM UKHUWAH?:306)



Ibnu Jakfari berkata:

Pada uraian di atas terdapat banyak cela dan cacat ilmiah, di antaranya:

A) Anggapan adanya ijmâ’ Syi’ah akan terjadinya tahrîf dalam Al Qur’an!

Dimanakah kami dapat menemukan penegasan adanya ijmâ’ yang dikatakan itu?

Apakah Tim Penulis Sidogiri tidak pernah membaca pernyataan dan penegasan ulama dan tokoh terkemuka Syi’ah sejak zaman Syeikh Shadûq -Rahmatullah ‘Alaih- (W.381H) hingga zaman sekarang yang ditegaskan oleh tidak kurang dari lima puluh ulama besar dan para mujtahidin Syi’ah dalam berbagai buku karangan mereka baik dalam tafsir, hadis, ushul fikih, fikih dll.?! Semogaa kami tidak salah ketika mengatakan bahwa Perpus Sidogirri terlalu miskin dari kitab-kitab Syi’ah…. Terbukti Tim Penulis hanya bertumpu pada tulisan-tulisan kaum Wahhabi dalam hujatannya atas Syi’ah!

Kami harap Tim Penulis mau membaca (tentunya kalau mereka memiliki kitab-kitab tersebut di bawah ini atau memiliki keberanian intelektual, asy syajâ’ah al ilmiyah untuk membacanya) kitab-kitab di bawah ini:

1) I’tiqâdât: ash Shadûq (W.381H)

2) AWâil al Maqâlâl Fî al Madzâhib al Mukhtârât: Syeikh Mufid (W.413H)

3) Al Masâil ath Tharablusiyah; Sayyid Murtadha yang bergelar ‘Alamul Huda (W.436H)

4) At Tibyân Fi Tafsîr Al Qur’an; Syeikh ath Thûsi yang bergelar Syeikh ath Thâifah (W.460H).

5) Tafsir Majma’ al Bayân: Ath Thabarsi yang bergelar Aminul Islam (W.548H).

6) Sa’du as Su’ûd; Sayyid Abul Qasim Ali Ibu Thâwûs al Hilli (W.664H).

7) Ajwibah al Masâil al Mihnâwiyah; Allamah al Hilli (W.726H).

8] Ash Shirâth al Mustaqîm; Zainuddin al Bayadhi al Amili (W.877H).

9) Tafsir Manhaj ash Shâdiqîn; Syeikh Fathullah al Kâsyâni (W. 988H).

10) Al Wâfi; al Faidh al Kâsyâni (W.1019H).

11) Bihar al Anwâr, jilid 92; Syeikh Muhammad Baqir Al Majlisi (W.1111H).

12) Kasyfu al Ghithâ’; Syeikh Akbar Ja’far yang dikenal dengan gelar Kâsyif al Ghithâ’ (W.1228H).

13) Tafsir ‘Âlâu ar Rahmân; Syeikh Muhammad Jawad al Balâghi (W.1352H).

14) A’yân asy Syi’ah; Sayyid al Mujtahid al Akbar Muhsin al Amin al ‘Âmili (W.1371H)

15) Al Fushûl al Muhimmah Fi Ta’lîf al Ummah dan Ajwibah Masâil Jârullah; Sayyid al Imam Syarafuddin al Musawi (W.1381H).

16) Al Bayân Fî Tafsîr Al Qur’ân; Sayyid al Marja’ al A’la Abul Qâsim al Khûi.

17) Tahdzîb al Ushul dan Anwâr al Hidâyah; Imam Rûhullah al Musawi al Khumaini (W.1409 H).

Serta puluhan kibat lainnya yang tidak mungkin saya sebutkan di sini. Kami benar-benar berharap adik-adik Tim Penulis Sidogiri mau membacanya agar mngetahui dengan pasti bahwa ijmâ’ mauhûm, ijmâ’ yang dikhayalkan itu ternyata sebuah kepalsuan belaka yang sengaja dilontarkan oleh para penulis Wahhabi al ma’jûrûnn!

Jadi benar, berdasar kaidah yang kalian bangun sendiri di atas bahwa dengan menyebut dua sampai tiga pernyataan ulama belum cukup untuk menarik sebuah kesimpulan!



Kesalahan Metodologi Kedua:

Kesalahan fatal lainnya yang dialami Tim Penulis Sidogiri adalah mereka memaksakan bahwa apapun yang termaktub dalam kitab-kitab hadis Syi’ah, utamanya empat kitab hadis dan wabil khushush kitab al Kâfi harus diakui sebagai akidah Syi’ah!

Dalam banyak kali, para penulis “Kontra Syi’ah” berusaha membangun opini bahwa kedudukan kitab al Kâfi di kalangan Syi’ah seperti kitab Shahih Bukhari di kalangan Ahlusunnah! Opini itu sengaja dibangun untuk konsumsi awam agar kemudian dapat diprovokasi dengan provokasi murahan.

Secara ringkas ingin saya katakan bahwa pandangan Syi’ah terhadap kitab Al Kâfi adalah kebalikan pandangan Ahlusunnah terhadap Shahih Bukhari. Di mana mayoritas ulama Syi’ah (kecuali sekelompok kecil yang dinekal dengan nama kelompok Akhbaiyah) memandang bahwa kitab al Kâfi seperti kitab hadis lainnya, tidak semua hadisnya dihukumi shahih. Sementara itu, Shahih Bukhari, di mata jumhûr, mayoritas ulama Ahlusunnah adalah shahih seluruh hadis yang dimuat di dalamnya. Jadi menyebut-nyebut bahwa seluruh hadis dalam al Kâfi itu shahih di mata ulama Syi’ah, seluruh ulama Syi’ah adalah sebuah kesalahan, kalau bukan kesengajaan untuk mengelabui kaum awam, yang biasanya menjadi mangsa buku-buku kontra Wahdah Islamiah”!! Apalagi memaksa Syi’ah untuk mayakini seluruh hadis di dalamnya! terlebih lagi dengan pemahaman mereka di luar Syi’ah!!



Taqiyyah Senjata Pamungkas!

Para ulama Syi’ah ketika menegaskan keterjagaan Al Qur’an al Kârim berangkat dari iman dan keyakinan mereka yang mendalam akan janji Allah SWT bahwa kitab suci terakhir-Nya akan selalu Ia jaga dan pelihara! Tidak ada kekuatan apapun yang mampu merubah Al Qur’an!

Tetapi para penulis Wahhabi, dan tentunya juga Tim Penulis Sidogiri yang telah terpengaruh berat dengan propaganda Wahabisme mengatakan dan terus mengatakan bahwa ulama Syi’ah yang menolak adanya tahrîf Al Qur’an hanya bertaqiyyah!

Subhanallah! Sungguh naïf cara perpikir mereka! Akankah ulama Syi’ah bertaqiyyah dalam masalah ini, jika memang benar para imam suci mereka menegaskannya?!

Bukankan banyak masalah khilafiyah serius yang terjadi antara Syi’ah dan Ahlusunnah, seperti masalah imamah, raj’ah dll. Dalam kesemua masalah di atas, para ulama Syi’ah tidak bertameng dengan taqqiyyah agar tidak berbenturan dengan pandangan Ahlusunnah!! Ketika memang terbukti para imam suci Ahlulbait as. mengajarkan sebuah prinsip agama, maka para ulama Syi’ah tidak pernah ragu-ragu untuk menegaskannya. Betapa pun resiko yang mereka hadapi! Namun karena dalam masalah ini, para ulama meyakini keterjagaan Al Qur’an berdasarkan sabda-sabda para imam suci Ahlulbait as. Maka mereka mengatakannya…. Dan terus membelanya di hadapan siapapun yang menyalahinya!



Kedangkalan Dalam Berarugumentasi

Hal lain yang harus dibenahi oleh Tim Penulis Sidogiri adalah penggunaan standar ganda dalam menilai dan membaca sebuah teks!

Mereka membawakan beberapa riwayat dari Al Kâfi yang mereka pastikan sebagai bukti adanya penambahan-penambahan dalam Al Qur’an Syi’ah dengan satu alasan “lugu” bahwa tambahan-tambahan itu bukan sebagai penafsiran, sebab setiap ada tambahan untuk suatu ayat, dalam riwayat hadistnya selalu dibubuhi penegasan dengan “hâkadza nazala” (demikianlah ayat tersebut diturunkan).” (Baca: Mungkinkah SUNNAH- SYIAH DALAM UKHUWAH?:307).

Dan kesebelas contoh yang mereka bawakan itu hanya akan memambah daftar panjang ketidak-jujuran mereka dalam meneliti dan juga membuktikan kedangkalan pamahaman dan penguasaan mereka terhadap kitab-kitab Ahlusunnah sendiri apalagi kitab-kitab Syi’ah, yang tentunya relatif lebih asing di alam pikiran para “Konsumen Setia Kitab-kitab Kuning”!



Mafhûm Tanzîl

Untuk kesempurnaan penelitian dan demi mengusir ketidak-tahuan akan rahasia-rahasia sabda-sabda para imam suci Ahlulbait as. yang sangat asing bagi sebagian saudara-saudara kita; Ahlusunnah (terbukti dengan kesalah-pahaman yang dialami Tim Penulis), maka saya perlu mengajak pembaca mengkaji walau barang sekilas tentang konsep tanzîl dalam sabda-sabda para imam suci as. sebegaimana dipahami dan diyakini para ulama Syi’ah (para pengikut setia mereka as.), bukan berdasar pemahaman yang dipaksakan oleh musuh-musuh atau orang-orang di luar Syi’ah.

Kata tanzîl adalah bentuk mashdar mazîd fîhi. Ia berasal dari kata mashdar nuzûl. Kata tersebut terkadang digunakan untuk menunjukkan makna turun secara mutlak; tidak terbatas hanya pada apa yang dipahami sebagian orang sekarang ini, bahwa nuzûl dan tanzîl selalu identik dengan penurunan Al Qur’an.

Pengertian di atas telah dibuktikan oleh berbagai riwayat, khususnya dari Ahlulbait as. Maka atas dasar itu, ungkapan yang ditemukan dalam banyak hadis hâkadza tanziluha, atau hâkadza nazala maksudnya adalah demikianlah sebenarnya tafsir, makna dan kandungannya yang diturunkan Allah SWT atas nabi-Nya. Baik makna dan tafsir itu berupa ayat Al Qur’an atau bukan! Sebab menafsirkn Al Qur’an adalah tanggung jawab Allah SWT.

Allah SWT berfirman:

لا تُحَرِّكْ بِهِ لِسانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ * إِنَّ عَلَيْنا جَمْعَهُ وَ قُرْآنَهُ * فَإِذا قَرَأْناهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ * ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنا بَيانَهُ .

“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur’an karena hendak cepat- cepat (menguasai)nya.* Sesungguhnya atas tanggungan Kami- lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.* Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.* Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasannya.” (QS. Al Qiyâmah[75];16-19)

Jadi dalam ayat di atas ditegaskan bahwa “Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasannya” dan itu tentunya ditanzîlkan juga! Maka dengan demikian tanzîl itu tidak terbatas dengan teks ayat Al Qur’an semata, tetapi tafsir dan bayân Al Qur’an itu juga ditanzîlkan.

Atas dasar ini dapat dikatakan bahwa semua tafsir ayat Al Qur’an yang disabdakan Nabi saw. adalah dari Allah SWT yang telah ditanzîlkan kepada beliau.



Komentar Para Ulama dan Tokoh Syi’ah Tentang Tanzîl

Demikianlah para ulama Syi’ah memahaminya dan demikianlah mereka meyakininya. Dan di bawah ini mari kita simak keterangan mereka.



1) Syeikh Shadûq

إنَّهُ قد نزلَ من الوحيِ الذي ليس من القرآن ما لو جُمِع إلى القرآن لكان مبلَغُهُ مِقْدار سبع عشرة ألف آية، و ذلك قول جبريل (ع) للنبي (صلى الله عليه و آله و سلم): إن الله تعالى يقول لك: يا محمد دارِ خلقِي. و مثل قوله: عشْ ما شئتَ فَإِنَّكَِ مَيِّتٌ و أحْبِبْ ما شئتَ فَإِنَّكَِ مفارقُه و اعمل ما شئتَ فَإِنَّكَِ ملآقيه. و شرفُ المؤمن صلاته بالليل….

و مثل هذا كثير، كله وحيٌ و ليس بقرآن، و لو كانقرآنا لكان مقرونا به و موصولا إليه غير مفصولٍ عنه….

“Sesungguhnya telah turun wahyu selain Al Qur’an yang jika dikumpulkan bersama Al Qur’an jumlahnya mencapai sekitar 17 ribu ayat. Yaitu seperti ucapan Jibril as. kepada Nabi saw., “Sesungguhnya Allah berfirman kepadamu, ‘Hai Muhammad bergaullah dengan baik kepada hamba-hamba-Ku.’. “Hiduplah sesukamu, kerena engkau pasti akan mati. Cintailah apa yang engkau mau, karena engkau pasti berpisah dengannya. Berbuatlah sekehendakmu karena engkau pasti akan berjumpa dengannya!” Kemuliaan seorang Mukmin adalah shalatnya di waktu malam”…

Dan yang seperti ini banyak sekali. Semuanya adalah wahyu selain Al Qur’an. Andai ia bagian dari Al Qur’an pastilah digandengkan dengannya, bersambung dan tidak terpisah darinya… “. (al I’tiqâdât:93, dicetak dipinggir kitab al Bâb al Hâdi ‘Asyar)



2) Syeikh Mufid

وَ قَدْ قال جماعَةٌ مِنْ أهل الإمامة: إنَّه لم ينقص من كلمة، ولا آية ، ولا سورة، و لكن حُذِفَ ما كان مثبَتًا في مصحف أمير المؤمنين (عليه السلام) من تَأويليه، و تفسير معانيه على حقيقة تنزيله، و ذلك كان ثابتًا مُنَزَّلاً و إنْ لِمْ يكن من جملةِ كلام الله تعالى الذي هو القرآن المعجِز. و عندي أنَّ هذا أشبهُ من مقال من ادَّعى نُقْصان كلِمٍ من نفسِ القرآن على الحقيقة دون التأويل. ’ إليه أميلٌ، و الله أسأل توفيقه للصواب.

“Telah berkata sekelompok Ahli imamah (Syi’ah): bahwa Al Qur’an tidak berkurang walaupun hanya satu kata, atau satu ayat atau satu surah, akan tetapi (yang) dihapus (adalah) apa-apa yang tetap dalam mush-haf Amirul Mukminin (Ali) as. berupa ta’wîl dan tafsir makna-maknanya sesuai dengan hakikat tanzîlnya. Yang demikian (ta’wîl dan tafsir) adalah tetap, terbukti telah diturunkan (Allah) walaupun ini bukan dari bagian firman Allah sebagai Al Qur’an yang mu’jiz (mu’jizat). Dan menurut saya pendapat ini lebih tepat dari pada pendapat orang yang menganggap adanya pengurangan beberapa firman dari Al Qur’an itu sendiri bukan ta’wîl nya. Dan saya cenderung kepada pendapat ini. Hanya kepada Allah lah saya memohon tawfiq untuk kebenaran.” (‘Awâil al Maqâlât fî al Madzâhib al Mukhtârât: 55-56.).



3) Maula Shâleh al Mâzandarâni

قوله: “كذا أُنزلت” لاَ يَدُلُّ هذا على أنَّ ما ذكره عليه السلام قُرآنٌ، لأَنّ ما أنزل إليه عليه السلام عند الوحي يجوز أن يكون بعضهُ قرآنًا و بعضهُ تَأويلاً و تفسيرًا.

“Sabda Imam: ‘demikianlah ia diturunkan’ tidak menunjukkan bahwa apa yang beliau sebut adalah teks Al Qur’an, sebab apa yang diturunkan kepada beliua ketika menerima wahyu, sebagiannya adalah Al Qur’an sementara sebagian lainnya adalah ta’wil dan tafsir.”

Dalam kesempataan lain beliau berkata:

قوله: “هكذا و الله نزل به جبريل على محمد (صلى الله عليه و آله و سلم)” لاَ يَدُلُّ على أنَّ قوله: (بِولايةِ علِيٍّ) من القرآن، لما عرفت سابِقًا.

“Sabda Imam ‘Demi Allah, demikianlah Jibril turun membawanya kepada Muhammad saw.’ tidak menunjukkan bahwa kalimat “dengan wilayah Ali” adalah bagian dari Al Qur’an, berdasarkan apa yang telah Anda ketahui sebelumnya.”

Dalam kesempatan lain lagi beliau berkata:

قوله عليه السلام: (قلتُ: هذا تنزيلٌ؟ قال: نعم.) لعل هذا إشارة إلى ما ذكره في تفسير قوله تعالى: {ليُظْهِرَه على الدين كُلِّهِ}. و قد عرفت مِما نقلنا عن صاحب الطرائف أنَّ المراد بالتنزيل :ما جاء به جبريل (ع) لِتبْليغ الوحي، و أنَّه أَعَمُّ من أن يكون قرآنا و جزءً و أن لا يكون. فكل قرآنٍ تنويلٌ دون العكس.

“Adapun sabda beliau, ‘Aku –perawi- berkata, ‘Apakah ini tanîlnya?’ beliau as. menjawab, Ya, benar.’ Bisa jadi isyarat kepada apa yang disebutkan dalam tafsir ayat “Untuk Ia menagkan di atas seluruh agama”. Dan telah Anda ketahui dari apa yang telah kami nukil sebelumnya dari penulis kitab ath Tharâif bahwa yang dimaksud dengan tanzîl adalah apa-apa yang dibawa Jibril as. kepada Nabi untuk menyampaikan wahyu. Ia lebih umum (pengertiannya) dari sebagai bagian dari Al Qur’an atau bukan. Maka setiap Al Qur’an pasti tanzîl tidak sebaliknya…. “[1]



4) Maula Muhsin Al Faidh al Kâsyâni:

Ketika menerangkan riwayat al Bizanthi di bawah ini:

“Abul Hasan menyerahkan sebuah mush-haf kepadaku, lalu beliau berkata, ‘Jangan engkau menyaksikan isi di dalamnya!’ kemudian aku membukanya dan aku membaca di dalamnya ayat:

لَمْ يَكُنِ الَّذينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتابِ وَ الْمُشْرِكينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ .

“Orang- orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik mengatakan bahwa mereka (tidak akan meninggalkan) agamanya (sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.” (QS. Al bayyinah [98];1)

di dalamnya aku menemukan nama tujuh puluh orang dari suku Quraisy lengkap dengan nama dan nama-nama ayah mereka.

Kemudian Imam mengutus seseorang menemuiku dan memintai agar muhs-haf itu aku kembalikan.

Al Faidh al Kâsyâni mengatakan:

لعلَّ المراد أنَّه وجد تلك الآسماء مكتوبة في ذلك المصحف تفسيرأ ل”الذين كفروا و المشركين” مأخوذةٌ من الوحي، لا أنها كانت من أجزاء القرآن و عليه يُحمل ما في الخبرين السابقين أيضا من إستماع الحروف من القرآن على خلاف ما يقرأه الناس، يعني إستماع حروفٍ نُفَسِّرألفاظ القرآن و تبين المراد منهاعُلِمَتْ بالوحي، و كذلك كُلّث ما ورد من هذا القبيل عنهم (عليهم السلام)، و قد مضى في كتاب الحجة نُبَذٌ منه، فَإِنَّه محمولٌ على ما قلناه، لأنَّه لو تطرق التحريف و التغيير في ألفاظ القرآن لم يبْقَ لنا إعتماد على شيئٍ منه، إذْ على هذا يحتمل كل آيةٍ منه أن تكون محرَّفَةً و مغيَّرةً، و تكون على خلاف ما أنزلَه اللهُ، فلا يكون القرآن حجَّةً لنا، و تنتفي فائِدته وفائِدة الأمر بإتباعه و الوصية به و عرض الأخبار المتعارضة عليه….

“Mungkin yang dimaksud dengannya ialah ia mendapatkan nama-nama itu tertulis dalam mush-haf sebagai tafsir dari kata “Orang- orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik” yang diambil dari wahyu, bukan bagian dari teks Al Qur’an. Dan dengan pengertian seperti itu dua riwayat sebelumnya yang menyebutkan adanya huruf-huruf/qira’ah yang berbeda dengan yang berlaku di kalangan banyak orang, maksudnya membaca tafsiran teks Al Qur’an dan menejlaskan maksud darinya yang diambil dari wahyu. Demikian pula dengan semua riwayat dari para imam as. yang sejenis dengan ini, dan sebagiannya telah lewat pada Kitabul Hujjah, riwayat-riwayat itu semuanya harus dimaknai seperti yang saya sebutkan, sebab apabila teks-teks Al Qur’an mengalami tahrîf dan perubahan niscaya kita tidak dapat lagi bersandar kepada satu ayat pun darinya, karena dengan demikian setiap ayat dimungkinkan mengalami tahrîf dan perubahan dan berdasarkan demikian ia berbeda dengan yang diturunkan Allah, maka ia tidak lagi menjadi hujjah bagi kita, hilanglah manfaatnya dan manfaat perintah untuk mengikutinya, berpegang dengannya dan perintah untuk menyodorkan riwayat-riwayat yang saling bertentangan kepadanya.”[2]

Setelahnya beliau menyebutkan komentar Syeikh ash Shudûq dan beberapa hadis tentang keterjagaan Al Qur’an.

Dalam kitab al Mahajjah al Baidhâ Fi Tahdzîb al Ihyâ’, beliau kembali menegaskan keyakinan tersebut.[3]

Namun yang sangat mengherankan adalah Tim Sidogiri memasukkan nama Al Faidh al Kâsyâni dalam nama-nama ulama Syi’ah yang meyakini tahrîf Al Qur’an! Adakah kebohongan yang lebih nyata dari ini?! Demikian juga dengan nama-nama lain yang mereka sebutkan!

Allah SWT berfirman:

وَ مَنْ يَكْسِبْ خَطيئَةً أَوْ إِثْماً ثُمَّ يَرْمِ بِهِ بَريئاً فَقَدِ احْتَمَلَ بُهْتاناً وَ إِثْماً مُبيناً.

“Dan barang siapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. An Nisâ’ [4];112)

كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْواهِهِمْ إِنْ يَقُولُونَ إِلاَّ كَذِباً.

“Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.(QS. Al Kahfi [18]; 5 )

وَيْلٌ لِكُلِّ أَفَّاكٍ أَثيمٍ .

“Kecelakaan yang besarlah bagi tiap- tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa.” (QS. Al Jâtsiah [45];7(



5) Syeikh al Mudzaffar

Ketika menerangkan hadis riwayat al Bizanthi di atas, Syeikh al Mudzaffar juga menerangkan keterangan yang sama dengan yang disampaikan al Faidh al Kâsyâni. Baca asy Syâfi Fî Syarhi Ushûl al Kâfi,7/223-224, syarah hadis no.3585.



6) Al Imam as Sayyid Abu al Qâsim al Khûi

Dalam tafsir al Bayân-nya, al Marja’ al A’la Sayyid Abu al Qâsim al Khûi menandaskan:

أنَّا قد أوضَحْنا فيما تقدم أن بعض التنزيل كان من قبيل التفسير للقرآن و ليس من القرآن نفسه، فلابد من حمل هذه الروايات على أن ذكر أسماء الأئمة (عليهم السلام) في التنزيل من هذا القبيل، و إذا لم يتمَّ هذا الحمل فلابد من طرح هذه الروايات لِمخالفتها للكتاب و السنة و الأدلة المتقدمة على نفي التحريف. و قد دلَّت الأخبار المتواترة على وجوب عرََض الروايات على الكتاب و السنة، و أن ما خالف الكتابَ منها يجب طرحه و ضربه على الجدار.

“Sebelumnya telah kami jelaskan bahwa sebagian tanzîl itu berupa tafsir untuk Al Qur’an, dan ia bukan bagian dari Al Qur’an. Maka adalah kewajiban untuk memaknai riwayat-riwayat yang menyebut nama-nama para imam as. dalam tanzîl bahwa maksudnya adalah dari bagian ini (tanzîl). Dan apabila ia tidak bisa dimaknai demikian maka adalah kewajiban untuk membuang (menolak) riwayat-riwayat itu sebab ia bertentangan dengan Al Qur’an dan as Sunnah serta berbagai bukti tidak adanya tahrîf yang telah lewat disebutkan. Dan berbagai riwayat yang mutawatir telah menunjukkan keharusan menyorodorkan riwayat-riwayat kepada Al Qur’an dan Sunnah, dan yaang bertentangan dengan keduanya harus dibuang.”[4]



7) Muhammad Husain Thabathaba’i.

Keterangan yang sama juga ditegaskan oleh al Mufassir al Kabîr wa al Mujtaahid al Jalîl Sayyid Muhammad Husain ath Thabathabai al Hasani (RH) dalam tafsir mulia beliau al Mîzân[5]. Saya berharap Tim Penulis Sidogiri mau meluangkan waktu mereka untuk membacanya langsung agar tidak mudah terprovokasi oleh bisikan waswâsil Khannâs dari penulis-penulis Wahhabi Arab!!



Bukti Tambahan

Satu hal yang tidak dapat dipungkiri ialah bahwa ayat-ayat dengaqn tambahan kata tertentu seperti: بولاية علي atau آل محمد dan semisalnya yang datang dalam riwayat-riwayat yang memuat sabda para imam itu, ternyata telah dikutip para ulama dan ahli hadis Syi’ah, khususnya al Kulaini dalam al Kâfinya dengan tanpa adaanya tambahan tersebut, hal mana menguatkan pemaknaan bahwa ketika menyebut dengan tambahan itu para imam as. sedang membacanya dengan membumbuinya dengan tafsir yang diambilnya dari wahyu melalui Rasulullah saw.! Kenyataan ini tidaklah asing bagi Anda yang rajin membuka langsung kitab-kitab Syi’ah, dan bukan bagi Anda yang hanya kenyang dengan tulisan-tulisan beracun kaum penghasut yang hanya bermaksud menabur benih-benih perpecahan di antara umat Islam.

Dalam kesempatan ini saya hanyaa akan menyebut satu bukti saja demi ringkasnya kajian.

Diriwayatkan dari Imam Muhammad al Baqir as. beliau bersabda:

نزل جبريل (ع) بهذه الآية: {و قل الحق من ربكم} في ولاية علِيٍّ {فمن شاء فليُؤمن و من شاء فليَكْفر}.

Jibril as. datang dengan membawa ayat ini demikian: Katakan kebenaran telah datang dari Tuhanmu tentang wilayah/kepempinan Ali, maka baraang siapa mau hendaknya ia beriman dn barang siiapa yang mau hendaknya ia ingkar/kafir.” (HR. al Kâfi,1/425 hadis no.63)

Dengan tambahan kalimat: في ولاية علِيٍّ . Dan status tambahan ini, apakah ia bagian dari teks Al Qur’an atau sebagai tafsir, akan jelas bagi kita dengan memperhatikan riwayat berikutnya dari Imam Ja’far as.:

“Ayat ini turun demikian:

{و قل الحق من ربكم} يعني: في ولاية علِيٍّ عليه السلام.

“Katakan kebenaran telah datang dari Tuhanmu”

Yakni tentang wilayah/kepempinan Ali as.[6]

Maka dengan menggabungkan antara dua riwayat di atas dapat dimengerti bahwa tambahan itu adalah tafsir yang dibawa langsung oleh Jibril as. Hal itu terbukti bahwa daalaam riwayat kedua digunakan kata: يعني.

Setelah ini, mari kita melihat langsung riwayat-riwayat yang dituduhkan Tim Penulis Sidogiri sebagai memuat Al Qur’an Syi’ah!



v Ayat Pertama:

وَ ما أَرْسَلْنا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَ لا نَبِيٍّ ولا مُحَدَّثٍ ….

“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, dan seorang muhaddats.”(QS. Al Hajj [22];52)

Dengan tambahan kata: ولا مُحَدَّث. Dalam keterangannya Tim menyebut demikianlah bunyi Al Qur’an Syi’ahٍ berdasarkan hadis Al Kâfi,1/176 hadis no.1.



Ibnu Jakfari berkata:

Saya tidak menyangka bahwa kejahilan Tim Sidogiri mencapai tingkat serendah ini… dengan tanpa rasa tanggung jawab menuduh Al Qur’an Syi’ah memuat tambahan teks di atas dengan satu alasan “lugu” bahwa demikianlah termaktub dalam kitab Al Kâfi!

Terlepas dari apa komentar ulama dan para mujtahid Syi’ah tentangnya…. Kami ingin bertanya kepada adik-adik para “Kyai Muda” yang dibanggakan Bapak Pengasuh Ponpes; Kyai Nawawi Abd’ Djalil dalam kata pengantarnya, “Apa tanggapan kalian jika riwayat serupa juga terdapat dalam kitab-kitab ulama Ahlusunnah? Apakah kalian akan mengatakan bahwa Al Qur’an Ahlusunnah demikian bunyi teksnya?! Bahwa Al Qur’an Ahlusunnah mengalami tahrîf/perubahan dengan ditambahkannya kata tersebut?!”

Saya tidak terlalu yakin, apabila Tim Penulis itu, yang tentunya dikontrol oleh Kyai-kyai sepuh dan sarjana-sarjana berbakat, tidak pernah menemukan dan membaca hadis riwayat Ahlusunnah yang memuat tambahan yang sama dengan yang disebutkan dalam riwayat Al Kâfi?!

Jika mereka tidak pernah membacanya, itu artinya, terhadap kitab-kitab warisan intelektual ulama Ahlusunnah sendiri mereka buta, lalu bagaimana mereka mampu “melek” memandang kitab-kitab Syi’ah?!

Saya pikir mungkin akan lebih baik kalian mendalami dahulu kitab-kitab ulama kalian baru setelahnya kalian boleh “membuang waktu berharga kalian” untuk mengotak-atik kitab-kitab Syi’ah. Sebab rasanya agak riskan jika rumah kalian terbuat dari kaca tipis yang rawan pecah, tetapi kalian berani-benari melempari rumah orang lain yang berdindingkan tembok tebal! Itu sekedar nasihat tulus dari saya. Semoga kalian tidak angkuh menerimanya!

Dan apabila kalian telah mengetahui keberadaan hadis serupa dalam kitab-kitab Ahlusunnah; ulama kalian, tetapi kalian sengaja mengelabui kaum awam yang menjadi sasaran buku kalian, maka itu adalah sebuah pengkhianatan terhadap amanat Allah SWT.

Allah SWT berfirman:

يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا لا تَخُونُوا اللَّهَ وَ الرَّسُولَ وَ تَخُونُوا أَماناتِكُمْ وَ أَنْتُمْ تَعْلَمُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasulullah (Muhammad) da (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al Anfâl [8]; 27)

Menerangkan kebenaran adalah kewajiban yang telah dibebankan Allah SWT di atas pundak-pundak para ulama. Dan Allah akan memintai pertanggungan-jawabnya kelak di hari akhir! Lalu apa jawaban yang kalian persiapkan untuk kelak menghadap Allah SWT di hari hisâb, di mana semua orang akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang ia katakan dan apa yang ia tulis!

Allah SWT berfiman:

وَ إِذْ أَخَذَ اللَّهُ ميثاقَ الَّذينَ أُوتُوا الْكِتابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَ لا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَراءَ ظُهُورِهِمْ وَ اشْتَرَوْا بِهِ ثَمَناً قَليلاً فَبِئْسَ ما يَشْتَرُونَ .

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya.” Lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.” (QS. Âlu ‘Imrân [3];187)

وَ لاَ تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَ مَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ.

”…Janganlah kalian menyembunyikan kesaksian. Dan barangsiapa menyembunyikannya, maka hatinya telah berdosa. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.”(QS. Al baqarah [2];283)

Mengapa harus bermain curang? Kecurangan tidak akan membawa kemenangan dan ia adalah tanda kelemahan dan ciri para penulis Wahhabi “Bayaran”, bukan ciri orang-orang Ahlusunnah…. karenanya berulang kali saya nasihatkan jangan kalian termakan provokasi kaum Wahhabi dan bermesraan dengan mereka, sebab akhlak buruk mereka akan menjangkit kepada kalian lalu kalian mulai berakhlak dengan akhlak mereka!

Allah SWT berfiman:

وَ لاَ تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَ تَكْتُمُوا الْحَقَّ وَ أَنتُمْ تَعْلَمُوْنَ.

“Dan janganlah kalian campur-adukkan kebenaran dengan kebatilan, dan janganlah kalian tutupi kebenaran itu, sedangkan kalian mengetahui.” (QS. Al Baqarah [2];42)

Bukankah kalia membaca ancaman Allah SWT atas mereka yang merahasiakan dan memutar balikkan kebenaran!

Allah SWT berfirman:

إِنَّ الَّذِيْنَ يَكْتُمُوْنَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَ الْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلعَنُهُمُ اللهُ وَ يَلْعَنُهُمُ اللاَّعِنُوْنَ* إِلاَّ الَّذِيْنَ تَابُوْا وَ أَصْلَحُوْا وَ بَيَّنُوْا فَأُولَئِكَ أَتُوْبُ عَلَيْهِمْ وَ أَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan tanda-tanda (kebesaran Kami) yang jelas dan petunjuk apa yang telah Kami turunkan setelah Kami menjelaskannya kepada umat manusia dalam al-Kitab, mereka akan dilaknat oleh Allah dan para pelaknat,* kecuali mereka yang bertaubat, memperbaiki (kelakuan buruk mereka dengan perilaku baik), dan menjelaskan (kembali apa yang selama ini disembunyikan). Maka, Aku akan mengampuni mereka, dan Aku Maha Penerima taubat, Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah [2];159-160)

Atau dalam hemat kalian bahwa larangan dan ancaman itu hanya berlaku untuk para pendeta Ahli Kitab; Yahudi dan Nashrani, tidak untuk kita umat Islam!

Atau kalian berangggapan bahwa ayat-ayat tersebut di atas telah dimansukhkan hukumnya!

Atau…. Atau…. Atau….

Coba kalian baca riwayat-riwayat yang diriwayatkan ulama kalian seputar ayat surah al Hajj di atas! Baca ad Durr al Mantsûr! Baca tafsir Fathu al Qadîr!

Jalaluddin as Suyuthi membuka tafsir ayat 52 surah al Hajj:

وَ ما أَرْسَلْنا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَ لا نَبِيٍّ….

Dengan menyebutkan riwayat Abdu ibn Humaid dan Ibnu al Anbâri dalam kitab al Mashâhif dari ‘Amr ibn Dînâr, ia berkata, “Adalah Ibun Abbas ra. Membaca ayat itu demikian:

وَ ما أَرْسَلْنا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَ لا نَبِيٍّ ولا مُحَدَّثٍ ….

Dengan tambahan kata ولا مُحَدَّثٍ!

Hadis lain juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hâtim dari Sa’ad ibn Ibrahim ibn Abdurrahman ibn ‘Auf, ia berkata:

“Sesungguhnya termasuk yang diturunkan Allah adalah:

وَ ما أَرْسَلْنا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَ لا نَبِيٍّ ولا مُحَدَّثٍ ….

…. .“[7]

Dan apapun yang akan kalian jawabkan untuk kami tentangnya, maka itulah jawaban kami untuk kalian! Sawâan bisawâin!

(Bersambung)

[1] Syarah Ushûl al Kâfi,7/80 dan 82. cet. Ihyâ’ ath Thurats al ‘Arabi.



[2] Al Wâfi,1/273-274.

[3] Al Mahajjah al Baidhâ Fi Tahdzîb al Ihyâ’,2/264. cet.Mathba’ah al A’lami.

[4] Al Bayân Fî Tafsîr Al Qur’an:230-231.

[5] Al Mîzân Fî Tafsir Al Qur’an,14/112-113.

[6] Syarah Ushûl al Kâfi oleh al Mâzandarâni,7/91-92.

[7] Ad Durr al Mantsûr,4/661. cet Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah. Beirut-Lebanon. Dan Fathu al Qadîr,3/463. Dar Al-Fikr. Beirut-Lebanon.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda