artikel, skripsi dan tesis islam

artikel, skripsi dan tesis islam pilihan untuk pencerahan pemikiran keislaman

Rabu, 21 Januari 2009

Wahhabi Menggugat Syi’ah (9)

Wahhabi Menggugat Syi’ah (9)
Ditulis pada Nopember 3, 2008 oleh Ibnu Jakfari

Turunnya Ayat at Tablîgh Adalah Bukti Kuat Hadis Ghadir Bermakna Imamah (3)

A) Hadis Riwayat al Wâhidi:

أخبرنا أبو سعيد محمّـد بن عليّ الصفّار، قال: أخبرنا الحسن بن أحمد المخلّدي، قال: أخبرنا محمّـد بن حمدون، قال: حدّثنا محمّـد إبراهيم النحلوتي، قال: حدّثنا الحسن بن حمّاد سجّادة، قال: حدّثنا عليّ بن عابس، عن الاَعمش وأبي الحفّاب، عن عطية، عن أبي سعيد الخدري، قال: نزلت هذه الآية: (يا أيّها الرسـول بلّـغ ما أُنـزل إليـك من ربّـك) يوم غـدير خـمّ في عليّ بن أبي طالب رضي الله عنه.

…. Dari Abu Sa’id al Khudri ia berkata, “ … “ (riwayat yang sama dengan riwayat sebelumnya).[1]

Dari sini dapat disaksikan bahwa riwayat al Wâhidi dalam Asbâb an Nuzûlnya adalah shahih. Abu Sa’id Muhammad ash Shaffâr perawi dari al Hasan ibn Ahmad al Mukhallad hingga akhir sanad telah disebutkan biodatanya oleh Hafidz Abul Hasan Abdul Ghâfir al Fârisi (w.529 H) sebagai berikut ini:


محمّـد بن عليّ بن محمّـد بن أحمد بن حبيب الصفّار، أبو سعيد، المعروف بالخشّاب، ابن أُخت أبي سهل الخشّاب اللحياني، شيخ مشهور بالحديث، من خواصّ خدم أبي عبـد الرحمن السلمي، وكان صاحب كتب، أوصى له الشيخ بعد وفاته وصار بعده بندار كتب الحديث بنيسابور، وأكثر أقرانه سماعاً وأُصولاً، وقد رزق الاِسناد العالي، وكتبة الاَُصول، وجمع الاَبواب، وإفادة الصبيان، والرواية إلى آخر عمره، وبيته بيت الصلاح والحديث. ولد سنة 381، وتوفّي في ذي القعدة سنة 456… .

“Muhammad ibn Ali ibn Ahmad ibn Habib ash Shaffâr; Abu Sa’id yang dikenal dengan panggilan al Khasysyâb, anak saudari Abu Sahl al Khasysyâb. Seorang Syeikh yang dikenal dengan ilmu hadisnya. Ia pembantu khusus Abu Abdurrahman as Sulami. Ia pemilik beberapa buku, ia berwasiat kepadanya (Al Khasysyâb) untuk mengurus kitab-kitabnya, maka ia menjadi pemilik banyak kitab di kota Naisâbûr. Ia paling banyak meriwayatkan dan memiliki kitab-kitab ushûl dibanding rekan-rekannya. Ia memiliki sanad yang tinggi (sedikit perantaraannya hingga sampai kepada sumber hadis), menulis ushûl dan merangkum bab-bab serta memberi manfa’at ilmu kepada para pelajar muda. Ia terus meriwayat hingga akhir hayatnya. Keluarganya adalah keluarga shaleh dan ilmu hadis. Ia lahir tahun 381 H dan wafat bulan Dul Qa’dah tahun 456 H… .”[2]

Adz Dzahabi dan Ibnu ‘Ammâd juga menyebutnya dalam kitab Wafayât dan Syadzarât adz Dzahab.

Tentang Athiyyah

Secara ringkas di sini saya ingin menyebutkan bahwa Athiyyah adalah seorang tokoh genarasi Tabi’în. Al Hâkim berkata tentang genarasi Tabi’în:

فخير الناس قرناً بعـد الصحـابة من شـافه أصحـاب رسول الله صلى الله عليه [وآله] وسلّم، وحفظ عنهم الدين والسنن، وهم قد شهدوا الوحي والتنزيل.

“Maka sebaik-baik generasi setelah sahabat (Nabi saw.) adalah mereka yang bertemu langsung dengan para sahabat Rasulullah saw., memelihara dari mereka agama dan sunnah, sementara mereka (sahabat) itu menyaksikan wahyu dan diturunkannya (Al Qur’an).”[3]

Selain itu, Athiyyah termasuk periwayat yang dipakai oleh Abu Daud, dimana Abu Daud telah mengatakan sendiri:

ما ذكرت فيه حديثاً أجمع الناس على تركه

“Aku tidak menyebutkan hadis yang disepakati untuk ditinggalkan orang-orang (ulama).”

Al Kahthtâbi berkata tentang kitab Sunan Abu Daud:

لم يصنّف في علم الدين مثله، وهو أحسن وضعاً وأكثر فقهاً من الصحيحين.

“Tidak dikarang sebuah kitab tentang ilmu agama sepertinya, ia lebih bagus penyusunannya dan lebih banyak muatan fikih dibanding dengan kitab Bukhari dan Muslim.”[4]

Athiyyah juga periwayat yang dipakai oleh at Turmudzi yang telah berkata:

صنّفت هذا الكتاب فعرضته على علماء الحجاز فرضوا به، وعرضته على علماء العراق فرضوا به، وعرضته على علماء خراسان فرضوا به. ومن كان في بيته هذا الكتاب فكأنّما في بيته نبيّ يتكلّم.

“Aku telah mengarang kitab ini, lalu aku sodorkan kepada ulama Hijâz maka mereka relah (puas). Aku sodorkan kepada ulama Iraq maka mereka rela (puas). Aku sodorkan kepada ulama Khurâsân maka mereka rela (puas). Jadi barang siapa yang di rumahnya terdapat kitab ini maka seakan-akan ada Nabi saw. berbicara.” Demikian masyhur dinukil para ulama dari at Turmudzi.”

Selain itu, Athiyyah juga perawi yang dipakai oleh Ibnu Majah dalam kitab Shahihnya. Tentang kitab Ibnu Majah tersebut, Abu Zar’ah berkomentar setelah menelitinya:

لعلّه لا يكون فيه تمام ثلاثين حديثاً ممّا في إسناده ضعف.

“Mungkin dalam rangkaian tiga puluh hadis yang ia sebutkan tidak satu pun hadis yang dha’if dalam sanadnya.”[5]

Disamping itu semua, Ibnu Sa’d telah menegaskan ketsiqahannya. Yahya ibn Main menilainya sebagai shaleh/baik. Abu bakar al Bazzâr kerkomentar tentangnya, “Ia tergolong berfaham Syi’ah. Para ulama agung meriwayatkan hadis darinya.”

Jadi dapat dimengerti bahwa mereka yang mencacatnya hanya karena dorongan kebencian dan persetuan mazhab, bukan karena cacat yang ada pada kejujurannya. Lagi pula para pencacatnya adalah orang-orang yang cacat aqidah yaitu kaum pembenci Ahlulbait (Nawâshib). Para ulama Ahlusunnah telah menggolongkan kenashibian (kebencian kepada Ahlulbait Nabi) adalah faham yang menyimpang dan bid’ah dhalalah. Penyandangnya adalah mubtadi’ (ahli bid’ah). Sementara itu, para ulama dan pakar hadis Ahlusunnah juga mengatakan bahwa pencacatan yang dilakukan oleh kaum pembid’ah tidak dapat diterima, seperti ditegaskan Ibnu Hajar.[6]

Hanya Kaum Nawashib Yang Mencacat Athiyyah

Dan apabila kita perhatikan mereka yang mencacat Athiyyah, Anda akan dapatkan nama-nama gembong kaum Nawâshib sebagai yang paling getol dan bersemangat dalam mencacatnya, seperti al Jauzajâni dkk.

Tentang kenashibian al Jauzajani Ibnu Hajar berkomentar:

كان ناصبيّاً منحرفاً عن عليّ

“Ia (al Jauzajâni) adalah seorang Nâshibi yang menyimpang dari Ali.”[7] Dalam kesempatan lain ia menyebutkan bahwa Al Jawzajâni adalah seorang yang ghâlin fi an Nushbi, ekstrim dalam penyimpangannya dari Ali…”[8]

Ibnu Adi berkata, “Ia sangat condong kepada mazhab penduduk Syam dalam hal membenci Ali.”

Karenanya, tidaklah heran jika orang sepertinya selalu menjulurkan lidah berbisanya untuk mencacat para pecinta Ali dan penyebar hadis keutamaannya. Demikian disinggung oleh Ibnu Hajar, ia berkata, ““… Maka sesungguhnya seorang yang jeli jika ia memperhatikan pencacatan Abu Ishaq Al Jawzajâni tehadap penduduk kota Kufah pasti ia menyaksikan hal dahsyat, yang demikian itu disebabkan ia sangat menyimpang dalam kenasibiannya, sementara penduduk kota Kufah tersohor dengan kesyi’ahnnya. Engkau tidak menyaksikannya segan-segan mencacat siapapun dari penduduk Kufah yang ia sebut dengan lisan sadis dan rekasi lepas/tanpa tanggung jawab. Sampai-sampai ia melemahkan orang seperti al A’masy, Abu Nu’aim, Ubaid ibn Musa dan tokoh-tokoh hadis dan pilar-pilar periwayatan…“[9]

Dan alasan yang menjadikan mereka mencacat Athiyyah adalah karena ia mengutamakan Imam Ali as. atas sahabat-sahabat lain.

o Catatan Penting

Pertama, disini perlu kami informasikan bahwa hadis yang menerangkan turunnya ayat al Balâgh pada hari Ghadir Khum terkait dengan peristiwa pengangkatan Imam Ali as. telah diriwayatkan para ulama dan muhaddis dari banyak sahabat Nabi saw., di antaranya:

1) Abu Sa’id al Khudri.

2) Abdullah ibn Abbas.

3) Zaid ibn Arqam.

4) Jabir ibn Abdillah.

5) Al Barâ’ ibn Âzib.

6) Abdullah ibn Mas’ud.

7) Abu Hurairah.

8) Abdullah ibn Abi Aufâ.

Kedua, Kenyataan tersebut begitu masyhur di kalangan para sahabat Nabi saw., sampai-sampai Ibnu Mas’ud berkata seperti diriwayatkan as Suyuthi dalam tafsir ad Durr al Mantsûr-nya:

وأخرج ابن مردويه عن ابن مسعود، قال: كنّا نقرأ على عهد رسول الله صلّى الله عليه [وآله] وسلّم: (يا أيّها الرسول بلّغ ما أُنزل إليك من ربّك ـ أنّ عليّـاً مولى المؤمنين ـ وإنْ لم تفعلْ فما بلّغت رسالته والله يعصمك من الناس).

“Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Kami (para sahabat) dahulu di masa hidup Rasulullah saw. membaca ayat itu demikian:

(يا أيّها الرسول بلّغ ما أُنزل إليك من ربّك ـ أنّ عليّـاً مولى المؤمنين ـ وإنْ لم تفعلْ فما بلّغت رسالته والله يعصمك من الناس).

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu [bahwa Ali adalah Pemimpin kaum Mukminin]. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”[10]

Ketiga, diantara ulama yang meriwayatkan hadis tersebut adalah Ibnu Abi Hatim ar Râzi. As Suyuthi berkata:

وأخرج ابن أبي حاتم وابن مردويه وابن عساكر عن أبي سعيد الخدري قال: نزلت هذه الآية: (يا أيّها الرسول بلّغ ما أُنزل إليك من ربّك) على رسـول الله صلّى الله عليـه [وآله] وسـلّم يوم غدير خمّ في عليّ بن أبي طالب.

Ibnu Abi Hâtim, Ibnu Mardawaih dan Ibnu ‘Asâkir meriwayatkan dari abu Sa’id al Khudri, ia berkata, “Ayat itu turun kepada Rasulullah saw. pada hari Ghadir tentang Ali ibn Abi Thalib.” [11]

Sementara itu Ibnu Taimiyah telah menegaskan bahwa Ibnu Abi Hâtim tidak pernah meriwayatkan hadis palsu dalam tafsirnya! Ia hanya menyebutkan hadis tershahih dalam tafsir setiap ayat. Demikian ditegaskan as Suyuthi dalam Itqân-nya,2/188. Dan “kegilaan” pendiri sekte Wahhabi dan para mukallidnya kedapa Ibnu Tamiyyah tidak diragukan lagi!

Ikhtisar kata, bahwa turunnya ayat tersebut dalam kaitannya dengan pengangkatan Imam Ali as. di Ghadir Khum adalah shahih!

(Bersambung)

[1] Asbâb an Nuzûl:135.

[2] Tarikh Naisâbûr:54.

[3] Ma’rifah Ilmi al Hadîts:41.

[4] Al Mirqât Fî Syarhi al Misykât,1/22.

[5] Tadzkirah al Huffâdz,2/189.

[6] Mukaddimah Fath al Bâri:387.

[7] Hadyu as Sâri Mukaddimah Fath al Bâri,2/144.

[8] Ibid,160.

[9] Lisân Mizân,1/16.

[10] Ad Durr al Matsûr,2/298.

[11] Ibid.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda