artikel, skripsi dan tesis islam

artikel, skripsi dan tesis islam pilihan untuk pencerahan pemikiran keislaman

Rabu, 21 Januari 2009

Menjawab Sidogiri (6)

Menjawab Sidogiri (6)
Ditulis pada April 12, 2008 oleh Ibnu Jakfari

Menguak Tuduhan Palsu Tim Sidogiri Terhadap Ulama Syi’ah (1)

Menguak Tuduhan Palsu Tim Sidogiri terhadap Fadhl ibn Syâdzân

Adalah hal gamblang yang tidak perlu diperpanjang pembicaraan dan pembuktian atasnya adalah bahwa kita tidak boleh menisbahkan sebuah keyakinan kepada golongan tertentu kecuali berdasarkan pernyataan dan penegasan para tokoh dan pembesar mazahab tersebut dan dengan bersandarkan kepada sumber-sumber mu’tamadah yang dapat dipertanggung jawabkan.

Para tokoh dan ulama Syi’ah di sepanjang masa, sejak abad ketiga hingga sekarang telah memberikan berbagai komentar tegas akan keterjagaan Al Qur’an dari tahrîf, baik dalam kitab-kitab akidah mereka, dalam kitab-kitab hadis ketika mereka memberikan keterangan dan arahan terhadap hadis-hadis yang secara lahiriah menujukkan tahrîf dengan meneliti sanad dan mendalami matannya, atau dalam ulasan pada bab shalat dalam kajian fikih mereka, dalam kitab-kitab Ushul Fikih ketika membahas hujjiyah dzhawâhhhir alfâdz Al Qur’an.

Dalam berbagai kesempatan di atas, pata tokoh Syi’ah selalu menekankan keterjagaan Al Qur’an dari tahrîf dalam bentuk pengurangan apaalagi penambahan. Di antara para ulama Syi’ah ada yang terang-terangan mengatakan bahwa sesiapa yang menuduh Syi’ah meyakini bahwa semestinya Al Qur’an lebih banyak dari ini maka ia sedang berbohong! Dan di antara mereka ada yang menegaskan bahwa telah terjadi ijmâ’ di kalangan ulama dan pemuka mazhab Syi’ah bahwa Al Qur’an terjaga dari tahrîf baik dalam bentuk penambahan maupun pengurangan! Sebagaimana tidak sedikit dari ulama Syi’ah yang menulis buku-buku khusus yang membuktikan keterjagaan Al Qur’an dari tahrîf!

Makalah ini sengaja saya tulis karena Tim Penulis Sidogiri telah melakukan kesalahan besar ketika menisbahkan telah terjadinya ijmâ’ di antara ulama Syi’ah akan terjadinya tahrîf dalam Al Qur’an! Dan telah terdapat sederatan nama-nama pemuka Syi’ah yang secara tegas menyatakan terjadinya tahrîf Al Qur’an.[1]

Kesalahan itu sekali lagi diakibatkan para penulis itu telah terprovokasi oleh tulisan-tulisan para penulis Wahhabi, seperti Utsman al Khamîs, Ahmad ibn Sa’ad Hamdan al Gamidi, Ihsân Ilâhi Dzahîr, Al Qifâri dan penulis fiktif yang mengaku bernama Sayyid Husain al Musawi.

Tidak kurang nama empat belas ulama dan tokoh Syi’ah disebutnya yang –kata mereka- secara tegas menyatakan terjadinya tahrîf al-Qur’an. Dan berdasarkan keterangan seorang sarjana Wahhabi bernama Ahmad ibn Sa’ad Hamdan al Ghamidi bahwa tidak kurang dari 30 ulama Syi’ah Imamiyah Istnâ ‘Asyariyah telah menegaskan akidah adanya tahrîf tersebut.

Sebelumnya kesalahan yang dilakukan Tim Penulis Sidogiri ini telah saya singgung… bahwa mereka salah besar ketika menyebut nama-nama ulama Syi’ah dan memasukkan mereka dalam daftar para ulama yang meyakini tahrîf. Di sini, dalam kesempatan ini saya akan mempertegas keterangan saya di sana. Wallahu waliyyut tawfîq.

Nama Tokoh Syi’ah Yang Dituduh Meyaakini Tahrîf

Seperti telah saya katakan sebelumnya, bahwa dari keempat belas nama yang mereka sebut sebagai yang meyakini tahrîf, terdapat nama-nama ulama yang hanya meriwayatkan atau menyebutkan riwayat yang disinyalir menunjukkan tahrîf…. Sementara banyak nama yang justeru tegas-tegas menolak adanya tahrîf, namun oleh Tim Penulis Sidogiri dituduh sebagai yang meyakini tahrîf. Kesalahan itu bisa saja terjadi karena beberapa sebab, di antaranya:

A) Karena ketidak telitian mereka (Tim) dalam memahami maksud pernyataan si alim tersebut ….

B) Terbatasnya pandangan mereka hanya pada judul bab yang sedang ditulis si alim Syi’ah tersebut…. Seperti ketika menuduh al Fadhl ibn Syâdzân sebagai yang meyakini tahrîf karena beliau menulis sebuah bab dengan judul Bâb Dzikru Mâ Dzahaba Min Al Qur’an (Bab menjelaskan sesuatu yang hilang dari Al Qur’an), sementaara itu, beliau adalah di antara ulama Syi’ah yang tegas mengecam pandangan adanya tahrîf dalam Al Qur’an!! Atau al Kulaini kerena menulis sebuah bab dengen judul: Innahu lam Yajma’ al Qur’an Kullahu Illa al Iammah as. Wa annahum Ya’lamûna ‘Ilmahu Kullahu (Bahwa tidak ada yang mengumpulkan Al Qur’n seluruhnya keculi para imam dan mereka mengetahui seluruh ilmu Al Qur’an), sementara tidak terbukti beliau meyakininya.

C) Atau karena mereka hanya menelan mentah-mentah sajian kaum Wahhabi dalam tulisan-tulisan mereka yang menghujat Syi’ah dan menuduhnya meyakini tahrîf Al Qur’an!

D) Semangat “45” mereka untuk menghujat Syi’ah, sehingga seakan berbohong demi memojokkan Syi’ah adalah sebuah kebaikan yang karenanya kelak Rasulullah saw. akan gembira dan berseri-seri. Sebab, kecurangan itu dilakukan demi “Membela agama Nabi Besar Muhammad saw.”!

Apabila kesalahan mereka karena sebab A dan B maka saya berharap paparan ini dapat membuka cakrawala berpikir mereka…. Apabila kesalahan mereka karena sebab C, saya berharap mereka cepat sadar dan melepas diri dari jeratan kejahatan fitnah Wahhabi…. Akan tetapi apabila kesalahan mereka itu karena sebab D, maka saya hanya bisa pasrah dan berdoa memohon kepada Allah SWT agar kita semua dihindarkan dari kebohongan dan mengada-ngada kepalsuan!

Saya akan siap berdiskusi dengan kawan yang kurang mengerti tentang mazhab Syi’ah yang saya yakini… kita dapat bertukar pikiran dan berdiskusi…. Akan tetapi menghadapi seorang yang gemar berbohong dan mengada-ngada, habis saranya daya dan langkah yang harus saya susun!

Seorang pujangga Arab bersyair:

لِيْ حِيْلَةٌ فِيْمَن يَنُمُّ و ليسَ لِلْكَذَّابِ حيلةْ *** الذي يَخْلُقُ ما يقُولُ فَحيلَتِيْ فيهِ قلِيْلَةْ

Aku punya daya untuk menghadapi tukan fitnah, tetapi tiada satu daya yang bisa digunakan untuk mengahapi sim pendusta ….

Manusian yag menciptakan apa yang dilontarkan, maka tidak da cara untuk menghadaapinya.

Semoga kita semua dijauhkan dari al kadzib wa al iftirâ’ atas nama agama.

· Al Fadhl ibn Syâdzân (w. 260)

Tim penulis Sidogiri memasukkan nama al Fadhl ibn Syâdzân dalam daftar ulama Syi’ah yang meyakini tahrîf Al Qur’an, dengan menyebut judul bab yang beliau tulis dalam buku al Îdhâh yang beliau tulis, Bâb Dzikru aMâ Dzahaba Min Al Qur’an (Bab menjelaskan sesuatu yang hilang dari Al Qur’an).

Kami khawatir Tim Penulis Sidogiri belum sempat mengkomfirmasi dan meneliti langsung kitab al Îdhâh tulisan al Fadhl ibn Syâdzân, sehingga tertipu dengan sebab seperti telah saya singgung bahwa telah mengecam sebagian kelompok Sunni karena keyakinan mereka akan tahrîf! Kecaman demi kecaman beliau alamatkan kepada mereka dengan menyebutkan riwayat-riwayat yang menunjukkan terjadinya tahrîf yang mereka yakini! Lalu apabila kemudian sebagian penulis Wahhabi menyimpulkan (tentanya dengan tanpa dasar) bahwa beliau termasuk yang meyakini tahrîf Al Qur’an, maka sesungguhnya mereka sedang linglung! Anda dapat menemukan beliau berulang kali mengatakan:و مِما رويتم…/dan di antara yang kalian (Ahlusunnah) riwayatkan….. (lalu beliau menyebutkan riwayat-riwayat tahrîf dalam kitab-kitab Ahlusunnah).

Dan untuk membuktikan lebih lanjut saya ajak pembaca untuk melihat langsung apa yan ditulis Syeikh Fadhl ibn Syâdzân (rahimahullah wa jazâhu Khairan Anil Islam) dalam buku al Îdhâh beliau:

Bâb Dzikru Mâ Dzahaba Min Al Qur’an (Bab menjelaskan sesuatu yang hilang dari Al Qur’an)

Dan kalian meriwayatkan bahwa Abu Bakar dan Umar mengumpulkan Al Qur’an lengkap dari awal hingga akhir dari mulut-mulut orang-orang dengan kesaksian dua saksi. Apabila seorang dari mereka apabila datang membawa sebuah ayat yang ia dengar dari Rasulullah saw. tidak akan diterima akan tetapi apabila dua orang membawa sebuah ayat mereka terima dan mereka tulis dalam Al Qur’an…..

Kalian meriwayatkan bahwa mereka tidak menulis basmalah di awal surah Barâ’ah disebabkan karena bagian awal surah itu hilang.[2]

Kalian meriwayatkan bahwa Umar berkaat, “Telah terbunuh pada pertempuran Yamâmah sekelompok kaum yang telah menghafal banyak bagian Al Qur’an yang tidak dihafal oleh orang lain, maka hilangnlah bagian Al Qur’an yang hanya mereka hafal itu[3].

Kalian mengaku bahwa Umar berkata, “Andai bukan kerena orang akan mengatakan Umar menambah-nambah Al Qur’an pastilah aku tetapkan ayat itu dalam Al Qur’an. Kami benar-benar membacanya di masa hidup Nabi saw., yaitu ayat:

الشَّيْخُ و الشيْخَةُ إِذَا زَنَيَا فَارْجَمُوهُمَا البَتَّةَ بِما قَضَيا مِنَ الشهوة، نَكالاً مِنَ اللهِ و اللهُ عليمٌ حَكِيْمٌ.

Orang laki-laki yang telah tua dan orang perempuan yang telah tua jika keduanya berzina, maka keduanya mutlak harus dirajam, karena telah menikmati syahwat, sebagai balasan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Mahabijaksana.

Kalian telah meriwayatkan bahwa Abu Musa al Asy’ari ketika ditunjuk Umar sebagai Gubenur kota Bashrah, ia mengumpilkaan pparra penghafal Al Qur’an, mereka berjumlah 300 penghafal, lalu ia berkata kepada mereka, “Kalian adalah ahli Al Qur’an penduduk bashrah. Demi Alllah, kami dahulu membaca sebuah surah yang kami serupakan dengan surah Barâ’ah dalam tegas dan keras muatannya, tetapi aku dilupakan terhadapnya, hanya saja aku masih menghafal satu atau dua huruf (bagian) saja:

لَوْ كانَ لإبْنِ آدَمَ وادِيانِ مِنْ مالٍ لأبْتَغَى ثالِثًا، ولا يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدمَ إلاَّ الترابُ وَ يَتُوْبُ اللهُ عَلَى مَنْ تابَ.

“Andai anak Adam memiliki dua lembah harta pastilah ia menginginkan lembah ketiga, dan tidak memenuhi perut anak Adam kecuali tanah dan Allah akan menerima taubat orang yang bertaubat.

Kalian meriwayatkan bahwa surah al Ahzâb itu dahulu berlipat-lipat dari yang sekarang ada, semuanya hilang dan hanya tersisa yaan sekarang ini.[4]

Kalian meriwayatkan bahwa surah Lam Yakun (al Bayyinah) dahulu seperti surah al Baqarah sebelum hilang bagian yang hilang darinya. Yang tersisa sekarang hanya delapan atau sembilan ayat saja. Jika perkaranya seperti yang kalian riwayatkan maka telah hilang kebanyakan ayat Al Qur’an yang Allah turunkan kepada Muhammad saw.

Kalian telah meriwayatkan bahwa di masa Nabi saw. ada enam orang dari kalangan Anshâr yang telah menghafal Al Qur’an, dan tidak ada yang menghafalnya selain mereka…. Sesekali kalian meriwayatkan bahwa tidak ada seorang pun yang menghafalnya… sesekali kalian meriwayatkan telah banyak bagian Al Qur’an yang hilang… sesekali kalian meriwayatkan bahwa para khalifah selain Utsman tidak seorang pun yang menghafal Al Qur’an…. Jika demikian, baggaimana Al Qur’an bisa hilang sementara mereka itu telah menghafalnya?

Setelah itu semua kalian meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. telah memerintahkan Ali ibn Abi Thalib as. untuk menyusun Al Qur’an. Dan Ali pun telah menulis dan menyusunnya. Kalian meriwayatkan bahwa sebab keterlambatan Ali memberikan baiat kepada Abu Bakar –seperti angggapan kalian- adalah dikarenakan beliau sibuk menyusun Al Qur’an… jika demikian, maka kemanakah Al Qur’an yang dikumpulkan Ali ibn Abi Thalib itu, sehingga kalian harus mengumpulkan Al Qur’an dari mulut-mulut orang-orang?! Dan dari lembaran-lembaran yang ada di rumah Hafshah –seperti klaim kalian-?!

Kalian meriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda, “Ubay adalah paling pandai Al Qur’an di antara kalian.”Dan “Barang siapa hendak membeca Al Qur’an segar seperti ketika diturunkan maka bacalah dengan bacaan Ibnu Ummi Abd.” (Ibnu Mas’ud).

Kalian meriwayatkan Nabi saw. bersabda, “Andai aku menunjuk seorang menjadi Khalifah tanpa bermusyawarah pastilah aku menunjuk Ibnu Ummi Abd.”

Kalian meriwayatkan dalam hadis lain, “Aku rela untuk umatku apa yang direlai oleh Ibnu Ummi Abd, dan aku murka terhadap apa yang dimurkai oleh Ibnu Ummi Abd.”

Kemudian setelah itu kalian meriwayatkan bahwa Utsman meningalkan bacaan Ubay dan Ibnu Mas’ud, dan memerintah agar mush-haf Ibnu Mas’ud dibakar dan mengumpulkan manusia atas bacaan Ziad.

Kalian meriwayatkan bahwa Umar ibn al Khaththab mengutus Ibnu Mas’ud ke kota Kufah untuk mengajarkan agama kepada manusia dan mengajarkan Al Qur’an kepada mereka. Ia adalah terpercaya di sisi Umar ibn al Khaththab dengaa bukti ia mengutusnya ke Kufah untuk mengajarkan penduduknya agama dan Al Qur’an di samping sabda Rasulullah saw. seperti yang kalian riwayatkan tentangnya dan tentang Ubay. Maka Utsman meninggalkan bacaan Ibnu Mas’ud dan Ubay lalu memerintahkan manusia agar membaca sesuai bacaan Zaid… apabila Ibnu Mas’ud dan Ubay terpercaya dalam pengajaran agama/fikih maka mereka berdua harus juga terpercaya dalam mengajarkan Al Qur’an!

Dengan memerintah manusia meninggalkan bacaan Ibnu Mas’ud kalian telah mengharuskan mereka tidak merakan apa yang direlai Rasulullah saw. untuk umatnyaa dan mereka membencci apa yang direlai Rasulullah… lalu apakah ada pelecehan terhadap Rasulullah yang lebih besar dari apa yang kalian riwayatkan ini?! Demi Allah andai seluruh orang Rafidhi di seantero penjuru dunia berkumpul untuk mengatakan pelecehan, pendapat jelek, merperolok-olok dan keberanian atas Allah lebih dari apa yag kalian katakan pastilah mereka tidak akan mampu, sementara itu kalian mengaku sebagai kelompok Jama’ah dan jama’ah tidak akan berkumpul dalam kesasatan.

Kemudian kalian meriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa dua surah al Mu’awidzatain bukan dari bagian Al Qur’an dan ia tidak menetapkan keduanya dalam mush-haf milikinya. Sedangkan kalian meriwayatkan bahwa siapapun yang mengingkari sebuah ayat saja dari Kitabullah –Azza Wa Jalla- maka ia telah kafir kepada Allah. Sementara itu kalian mengakui kedua surah itu adalah bagian dari Al Qur’an… Sesekali kalian mengakui bahwa Ibnu Mas’ud mengingkari dua surah dalam Kitabullah dan barang siapa mengingkari satu huruf saja ia telah kafir, lalu bagaimana kalian mau menerima hadis-hadis dari Ibnu Mas’ud tentang hukum halal dan haram, shalat, puasa dan semua kewajiban dan hukum?!

Apabila benar dua surah al Mu’awwidzatain itu bukan bagian dari Al Qur’an, maka celaka dan binasalah mereka yang menetapkan keduanya dalam Al Qur’an!

Dan apabila keduanya adalah benar bagian dari Al Qur’an maka celaka dan binasalah mereka yang mengingkari keduanya dan tidak menetapkannya dalam mush-haf-mush-haf! Jika apa yang kalian dari Ibnu Mas’ud bahwa keduanya bukan dari Al Qur’an itu benar, maka kalian tidak punya jalan keluar dari dua jeratan konsekuensi ini:

A) Ibnu Mas’ud berbohong maka ia celaka dan celaka pulalah mereka yang mengambil hukum halal dan haram darinya.

B) Atau Ibnu Mas’ud benar, maka celakalah orang yang menyalahinya.

Maka pelecehaan apa yang lebih dahsyat dari pelecehan yang kalian lakukan terhadap sahabat-sabahat Rasulullah saw.

Selain itu kalian telah meriwayatkan dari mereka sikap kekafiran sharâh/nyata, seperti yang kalian riwayatkan tentang pengingkaran mereka terhadap Al Qur’an. Coba ketiak kalian melecehkan para sahabat itu kalian lecehkan dengan selain tuduhan kekafiran pastilah masalahnya akan lebih ringan dan mudah, akan tetapi kalian menyengaja melecehkan mereka dengan tuduhan paling keji di sisi Allah dan kalian nisbatkannya kepada mereka.”

(Baca langsung kitab Al Îdhâh:209-229. cet. Muassasah Intisyârât –Teheran/Iran, dengan tahqîq Sayyid Jalaluddin al Husaini al Armawi al Muhaddist.)

Inilah hujatan yang dialamatkaan oleh Fadhl ibn Syâdzân al Azdi (w.260H) kepada Ahlusunnah dalam buku beliau tersebut. Lalu dimakanah kalian menemukannya berkata-kata apalagi menegaskan bahwa beliau meyakini Al Qur’an telah mengalami tahrîf?

Dalam kesempatan ini saya hanya mengharap para ulama Ahlusunnah mampu memberikan jawaban memuaskan yang dapat melepeskan mereka dari jeratan hujatan seorang ulama Syi’ah abad III Hijrah ini, khsusunya yan terkait dengan masalah tahrîf Al Qur’an yang tersebar dalam ratusan riwayat para ulama dan muahhdis mereka. Hanya itu yang saya harap, tidak banyak. Adapun caci maki, menuduh dengan brutal dan tanpa rasa malu bahwa Syi’ah bersepakat meyakini tahrîf Al Qur’an adapun cara-cara memalukan seperti itu hanya akan makin mencoreng nama mereka sendiri.

Dari sini, jelaslah bahwa tuduhan Tim Penulis Sidogiri bahwa Syeikhuna al Ajall Fahdl ibn Syâdzân termasuk mereka yang meyakini dan apalagi menegaskan I’tiqâd adanya tahrîf adalah sebuah kesalahan yang tak terma’afkan di mata ilmu dan kejujuran!!

Rasan Ibnu Jakfari:

Satu hal yang ingin saya ingatkan kepada Tim Penulsi Sidogiri atau antek-antek Wahhabisme lainnya di negeri ini yang gemar memecah belah dan menabur benih fitnah thâifiyah, bahwa ketika kalian berbohong dan memalsu atas nama ulama dan mazhab Syi’ah, jangan sekali-kali kalian berkhayal bahwa kalian sedang menulis tentang sebuah mazhab yang telah punah pengikut dan pembelanya, mazhab yang tidak ditegakkan di atas dalil-dalil kokoh dan rasional, sehingga kalian bisa dengan bebas dan seenaknya menulis tanpa rasa tanggung jawab, seakan semua mata tertidur dan semua pikiran tertipu…. Kalian sebenarnya sedang menulis tentang sebuah mazbah yang para pengiman dan pembelanya selalu siap, kendati mereka jauh dari kota ilmu dan kaum para Mulla di Najaf-Irak dan Qum-Iran dan jauh dari negeri yang penduduknya telah mengimani mazhab ini turun temurun dengan dasar ilmu dan dalil…. Kendati kalian menulis di negeri yang penganut Syi’ah di sini tergolong muallaf –karena rata-rata mereka tercerahkan pikirannya setelah menemukan kebenaran sejati pada ajaran Ahlulbait as. tidak lebih dari beberapa tahun saja-… kendati demikian kalian telah menyaksikan bagaimana pembelaan dan sekaligus hujatan mereka terhadap kalian…

Sekali lagi saya katakan jangan ada yang berkhayal bahwa ia dapat dengan seenaknya menipu kaum awam tentangg Syi’ah dan ajarannya, karena kami putra-putra dan para pecinta Ali ibn Abi Thalib; pintu kota ilmu Rasulullah saw., putra-putra dan pengikut Ja’far ash Shadiq as. selalu siap membela ajaran mulia kakek moyang dan leluhur kami Ahlulbait as. dari cercaan kaum jahil, penyelewengan kaum pembatil serta fitnah setiap affâkin atsîm.

Hasan ibn HâniAbu yang dikenal dengan nama Abu Nawwâs bersyair:

مَنْ لَمْ يَكُن عَلَوِيًّا حينَ تَنْسِبُهُ *** فَما لَهُ في قَدِيْمِ الدهْرَِ مُفْتَخَرٌ

Sesiapa yang bukan Alawi ketika engkau sebut nasabnya…. Maka ia tidak memiliki kebanggaan di masa lalunya.[5]

Berbahagialah mereka yang berpegang teguh dengan dzurriyah Nabi Muhammad saw. yang konsisten dalam berpegang dengan ajaran leluhur mereka dan tidak beranjang dari garis tuntunan Ahlulbait as. Berkata al Habib al Imam Ali ibn Abu Bakr as Sakrân dalam kitab al Barqah, setelah menyebut keutamaan bani Alawi, beliau berkata memperkenalkan kepada kita siapakah di antara mereka yang layak dibanggakan dan diteladani dan siapa yang tidak layak dibanggakan dan perlu diwaspadai:

وَ إنَّ أدناهُم و الْمُقَصِّرَ منهُم فِي أُمورِهِ هوَ الشريفُ السُّنِّيْ

Sesungguhnya paling rendahnya kaum Sayyid dan yang teledor dalam urusannya adalah sayyid Sunni.

Berkata al ‘Ârif billah Syeikh asy Sya’râni:

إنَّ مِنَ النوادر شريفٌ سُّنِّيٌ

Termasuk sesuatu yang ganjil/langka seorang Sayyid Sunni.[6]

Dan merugilah sesiapa yang meneladani dan bertaqlid dengan Sayyid teledor, muqashshir dalam urusan agamanya apalagi bertaklid buta kepada Arab Baduwi yang menyimpang dari Shirâth Mustaqîm dan bisanya hanya memecah belah umat Rasulullah saw.!

Jangan sampai alih-alih mengaku sebagai muhibbin, sebagian orang lebih memilih berjalan di atas jalan kaum Sayyid teledor dan meninggalkan jalan kaum Sayyid yang mengikuti jejek lelehurnya dan apalagi menghujat dan mengecam mereka.

Kami , walillahil hamdu, karena ketulusan kami dalam mahabbah kepada para Sâdah keturunan Rasulullah saw. maka Allah SWT membimbing kami untuk mengikuti para Sayyid yang berjalan di atas jalan leluhurnya dan tidak teledor dalam urusan agamanya.

DR. Quraisy Syahâb termasuk salah satu Sayyid keturunan Nabi saw. yang tidak muqashshir yang sedang dicampakkan oleh Tim Sidogiri yang sedang terpengaruh oleh kaum Sayyid yang muqashshir.

(Bersambung)

[1] Mungkinkah SUNNAH-SYIAH DALAM UKHUWAH?:302-303.

[2]Ibnu Jakfari berkata: Seperti diriwayatkan dalam banyak riwayat, sampai-sampai Imam Malik menegaskannya dalam sebuah pernyataan dan fatwa beliau. Imam Malik berkata, “Sesungguhnya ketika bagian awalnya gugur/hilang maka gugur pulalah basmalahnya. Dan telah tetap bahwa ia sebenarnya menandingi surah al Baqarah (dalam panjangnya)” (Al Itqân,1/86, baca juga al Burân,1/263.)

[3] Ibnu Jakfari berkata: Demikian diriwayat oleh para ulama Ahulsunnah, di antaranya Abu Bakar ibn Abi Daud dalam kitab al Mashahif-nya dengan sanad yang shahih bersambung kepada az Zuhri bahwa ia berkata, “Telah sampai berita kepada kami bahwa sesungguhnya terdapat banyak ayat Al Qur’an, lalu para penghafalnya gugur di hari peperangan Yamamah, maka tidak diketahui lagi setelah kematian mereka. Dan ketika Abu Bakar, Umar dan Utsman mengumpulkan Al Qur’an, ayat-ayat tersebut tidak ditemukan setalah itu… .”

[4] Baca Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 5, hal. 132 dan 183. Aisyah berkata: Urwah-keponakan Aisyah, istri Muhammad- meriwayatkan dari Aisyah, ia berkata:

كانَتْ سورَةُ الأحزابِ تُقْرَاُ في زمَنِ النبيِّ (ص) مِئَتَيْ آيَة، فَلَمَّا كتَبَ عثْمانُ المصاحِفَ لَمْ نَقْدِرْ مِنْها إلاَّ ما هُوَ الآنَ.

“Dahulu surah Al Ahzâb itu dibaca di masa hidup Nabi sebanyak dua ratus ayat. Lalu setelah Utsman menulis mush-haf-mush-haf kita tidak bisa membacanya kecuali yang sekarang ada ini.” ( Al Itqân,2/25.)

[5] Baca bait-bait selengkapnya dalam kitab Rasyfatu ash Shâdi; al Habib al Allamah Abu Bakar ibn Syihabuddin al Alawi:131, cet. Mathba’ah al maimaniyh. Mesir.

[6] Târîkh hadhramaut; habib Shaleh al hamid al Alawi,1/323. penerbit Maktaabaah al Irsyâd. Jeddah-Arab Saudi.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda