artikel, skripsi dan tesis islam

artikel, skripsi dan tesis islam pilihan untuk pencerahan pemikiran keislaman

Rabu, 21 Januari 2009

Hadis Memandang Wajah Ali adalah Ibadah Shahih!

Hadis Memandang Wajah Ali adalah Ibadah Shahih!
Ditulis pada Nopember 25, 2008 oleh Ibnu Jakfari
Hadis Memandang Wajah Ali adalah Ibadah Shahih!
(TULISAN INI ADALAH TANGGAPAN ATAS ARTIKEL: Kedudukan Hadits “Memandang Ali adalah Ibadah” Ditulis pada Nopember 5, 2008 oleh haulasyiah
Pendahuluan:
Banyak upaya dilakukan oleh mereka yang bersembunyi di balik slogan “Memurnikan Sunnah dari Kepalsuan” untuk melakukan penolakan terhadap hadis-hadis shahih keutamaan keluarga suci Nabi saw. utamanya Imam Ali ibn Abi Thalib as.
Tidak jarang ketidak jujuran dijadikan modal utama, menipulasi data sebagai sajian andalannya.
Meneliti kualitas sebuah hadis dan kemudian menetukan status atasnya bukanlah sebuah usaha sederhana yang dapat dilakukan dengan asal-asalan dan tanpa kerja keras menelusuri jalur-jalurnya dan meneliti setiap periwayat pada masing-masing jalur….
Sebagaimana menetukan sikap dalam menilai kualitas seorang periwayat yang merupakan dasar yang di atasnya akan ditegakkan penilaian terhadap status dan kualitas sebuah hadis/riwayat bukanlah kerja mudah, sebab kita harus melibatkan dengan seksama dan penuh keseriusan serta juga ketulusan setiap keterangan dan penilaian yang diberikan para ulama Ahli Jarh dan Ta’dil terhadap seorang periwayat tersebut! Dan juga harus mamastikan bahwa keterangan yang diberikan itu murni demi ilmu pengetahuan dan kebenaran agama semata, bukan dipengaruhi oleh faktor-faktor kotor yang tidak bertanggung jawab!
Inilah yang harus selalu kita indahkan dalam menilai status sebuah hadis/riwayat!
Meneliti satu atau dua jalur saja belum cukup untuk membenarkan kita menvonis lemah apalagi palsu sebuah hadis/riwayat! Setelah meneliti satu atau dua jalur, jika ternyata ditemukan cacat padanya, kita hanya dibenarkan menvonis bahwa hadis ini atau itu dari jalur ini adalah lemah. Atau jika kelemahan itu sangat parah, kita dibenarkan menvonis jalur itu sebagai palsu. Akan tetepi tidak berarti hadis itu (yang memiliki banyak jalur tentunya) harus divonis palsu, maudhû’!.
Inilah kesalahan sebagian kalangan peneliti hadis ketika menvonis hadis ini atau itu sebagai lemah atau palsu! Mungkin sikap itu didorong oleh mentalitas dan kejiwaan tertentu! Atau karena ikut-ikutan terpengaruh oleh seorang yang menjatuhkan vonis “miring” dan menuntunnya menuju kesimpulan zalim seperti itu!
Dan sengsaralah seorang yang menjadikan burung pemakan bangkai sebagai pemandu yang menunjukinya jalan dalam pengembaraan intelektualnya.
Seorang pujangga Arab bersyair:
و من جعل الغراب له دليلا *** يَمرُّ بِه على جِيف الكلابِ
Barang siapa yang menjadikan burung gagak sebagai penunjuk jalannya….
pastilah ia akan menuntunnya melewati bangkai-bangkai anjing.
Para Ulama Tidak Jarang Menvonis Palsu Hadis Keutamaan Imam Ali as. Hanya Berdasar Hawa Nafsu
Satu hal lagi yang mesti kita mengerti dari sikap tidak jujur sebagian muhaddis Ahlusunnah (tentunya jika para ulama mau mengakui si alim itu sebagai anggota Ahlusunnah) adalah mereka menolak sebuah hadis tertentu tentang keutamaan Imam Ali as. atau menerima keshahihan sebuah hadis tertentu tentang keutamaan palsu musuh-musuh Imam Ali as. hanya bermodalkan selera pridabi, bisikan hati keruh dan hawa nafsu. Banyak contoh dalam kasus ini, akan tetapi kali ini saya hanya akan menyebutkan satu contoh saja darinya.
Syeikh al Ghimmari berkata, “Adz Dzahabi menyebutkan sebuah hadis tentang keutamaan Ali dan Abbas dengan sanad semua periwayatnya tsiqât/terpercaya, kemudian setelahnya ia berkata, ‘Hadis ini adalah palsu dalam kritikanku. Dan aku tidak tau apa penyakitnya? Sufyân ibn Bisyr seorang yangt tsiqah, aku tidak melihatnya ada cacat padanya. Jadi hendaknya ia dicacat karenanya (meriwayatkan hadis ini).”[1]
Adapun ketika ada sebuah hadis tentang keutamaan Mu’awiyah ibn Abu Sufyan “Pimpinan Para Penganjur Ke Dalam Api Neraka” yang diriwayakan ole ath Thabarani dari jalur Abdullah ibn Busr, “Sesungguhnya Rasulullah saw. meminta izin kepada Abu Bakar dan Umar tentang sebuah urusan, beliau bersabda, ‘Beri pendapat untukku!’ Maka keduanya berkata, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahi.’ Nabi mengulang kembali ‘Beri pendapat untukku!’ dan keduanya pun mengulang jawaban mereka. Nabi saw. bersabda, ‘Panggilkan Mu’awiyah untukku!’ … setelah Mu’awiyah datang dan berdiri di hadapan Nabi saw., beliau bersabda, ‘Sertakan ia dalam urusan kalian, seba sesungghya ia adalaah seorang yang kuat lagi jujur!.’”
Al Hatsami berkata, “Dan Syeikhnya ath Thabarani tidak seorang pun yang mentsiqahkannya selain adz Dzahabi. Ia tidak dicacat dengan jelas (dijabarkan alasan pencacatannya), namun kendati demikian hadis ini adalah munkar. Allah A‘lam.”[2]
Coba Anda perhatikan, bagaimana adz Dzahabi mentsiqahkan seorang perawi yang ia sendiri tidak pernah hidup sezaman dengannya… tidak pernah bergaul dan mengetahui langsung jati dirinya?! Dan antara dia dan periwayat yang ia tsiqahkan telah dipisahlan oleh empat abad… tidak seorang pun yang pernah mentsiqahkannya! Bukankah ini “aneh bin ngawur”! Mungkinkah seorang yang punya rasa wara’ dan kehati-hatian dalam agama mengambil sikap “gila-gilaan” seperti ini?!
Tentu bagi seorang adz Dzahabi sikap seperti itu sah-sah saja selama ia mengagungkan Mu’awiyah sahabat kesayangannya yang tetunya ia sangat berharap dikumpulkan kelak bersama di tempatnya yang paling layak. Amin Allahumma Amin.
Ini hanyalah sebuah contoh, namun sungguh ia penuh pelajaran dan ibrah!
Hadis “Memandang Ali adalah ibadah” Menyakitkan Hati Kaum Munafik
Hadis “Memandang Ali adalah ibadah” termasuk hadis shahih. Ia sangat menggusarkan jiwa dan pikiran kaum nawâshib yang munafik, karenanya mereka bergegas membohongkan dan menvonis palsu. Lalu datanglah sebagian orang yang berpetunjuk dengan “gagak-gagak intelekual” tersebut itu serta berperan aktif menabur benih-benih keraguan tanpa dasar! Padahal tidak jarang di antara pakar dan korenkor hadis telah menshahihkannya.
Dengan gegabahnya, sekedar meneliti satu dua jalurnya saja Sang Muhaddis Pujaan kaum Wahhabiyah telah berani menvonis palsu hadis tersebut! Sebuah sikap yang sangat tidak ilmiah!
Dan untuk menghemat waktu pembaca saya akan sebutkan jalur-jalur periwayatan hadis tersebut.
Hadis “Memandang Ali adalah Ibadah” Te;ah di Riwayatkan oleh sebelas sahabat Nabi saw.
Pertama yang pperlu kita ketahui tentang hadis tersebut ialah bahwa sebelas sahabat telah terlibat dalam periwayatan hadis tersebut. Dan hadis riwayat-riwayat mereka telah diriwayatkan para muhaddis Ahlusunnah dari berbagai jalur.
Ibnu Asâkir dalam Tarikh Damasyqus-nya telah mengeluarkan hadis tersebut dari sebelas sahabat melalui lebih dari 2o (dua puluh) jalur.
Nama-nama Sahabat Yang Meriwayakan Hadis Tersebut
1. Abu Bakar. Hadis dengan nomer. 894, 895 dan 911.
2. Aisyah istri Nabi saw. Hadis dengan nomer. 894, 895 dan 911.
3. Ibnu Abbas. Hadis dengan nomer. 896.
4. Ibnu Mas’ud. Hadis dengan nomer.897,898,899,900 dan 901.
5. Mu’adz ibn Jabal. Hadis dengan nomer. 902.
6. Abu Hurairah. Hadis dengan nomer. 902 dan 903.
7. ‘Imrân ibn Hushain. Hadis dengan nomer.904, 905, 906 dan 907.
8. Abu Sa’id al Khudri. Hadis dengan nomer. 907.
9. Jabir ibn Abdillah. Hadis dengan nomer.908.
10. Anas ibn Malik. Hadis dengan nomer. 909.
11. Tsawban. Hadis dengan nomer. 910.
Al Hakim dan adz Dzahabi Menshahihkan Hadis Tersebut!
Al Hakim an Nîsâburi telah meriwayatkan hadis tersebut dengan bebarapa jalur dan ia shahihkan. Adz Dzahabi (kendati ia sering bersikap tidak obyektif dan sinis terhadap hadis-hadis keutamaan Ali dan Ahlulbait as.) juga menshahihkan salah satu jalurnya.
Jalur Pertama Al Hakim:
Al Hakim meriwayatkan hadis dari hadis Abu Sa’id dari ‘Imrân ibn Hushain, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda:

النظر إلى عَلِيًّ عبادةٌ.

“Memandang Ali adalah ibadah.”

Al Hakim berkata, “Ini adalah hadis shahih sanadnya, dan hadis-hadis pendukungnya dari sahabat Ibnu Mas’ud adalah shahih.

Adz Dzahabi tidak setuju dengan penshahihan al Hakim, ia berkata, “Hadis itu palsu, dan hadis pendukungnya (dari Ibnu Mas’ud) adalah shahih.[3]
Jalur Kedua:
Al Hakim meriwayatkan hadis dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda:

النظر إلى وجهِ عَلِيًّ عبادةٌ.

“Memandang wajah Ali adalah ibadah.”
Hadis ini didukung oleh riwayat ‘Amr ibn Murrah dari Ibrahim al Ju’fi…. :

النظر إلى وجهِ عَلِيًّ عبادةٌ.

“Memandang wajah Ali adalah ibadah.”
Terhadap jalur hadis pendukung dari ‘Amr ibn Murrah di atas adz Dzahabi diam tidak mencacatnya. Dan jalur ini yang kelihatannya yang ia maksud dengan kementarnya pada hadis jalur pertama.[4]
As Suyuthi Menolak Vonis Ibnu al Jauzi
Di bawah ini saya akan cuplikkan beberapa bantahan as Suyuthi atas vonis-vonis yang dilakukan oleh Ibnu al Jauzi dalam kitab al Maudhû’atnya yang memang dipermasalahkan metode yang ditempuhnya dalam menentukan status hadis!
o Hadis Ibnu Mas’ud
Ketika menjelaskan cacat pada hadis jalur Abu Bakar, Ibnu al Jauzi mengatakan bahwa hadis itu palsu dan pangkal penyakit/cacat padaanya adalah disebabkan adanya perawi bernama Qadhi Muhammad ibn Abdillah Al Ju’fi atau gurunya Husain ibn Ahmad ibn Mahzum. Dan pada jalur kedua disebabkan perawi bernama Hasan ibn al ‘Adwi si pembohong. Menyaksikan vonis di atas yang disebutkan Ibnu al Jauzi, Jalaluddin as Suyuthi mekoreksinya. Ia berkata, “Aku berkata, hadis ini punya jalur lain dari Mu’ammal, ia berkata, Ibnu Najjâr dalam kitab Tarikh-nya menulis kepada Abu Zar’ah; Ubaidullah ibn Abu Bakar al Fatwâi…. (kemudian ia menyebutkan mata rantai periwayat dalam jalur tersebut, setelahnya ia berkata):
“Maka dengan demikian selamatlah al Ju’fi dan Syeikh/gurunya dari tuduhan pemalsuan.”[5]
Komentar pembelaan Jalaluddin as Suyuthi ini adalah bantahan atas vonis Ibnu Hibbân dan Ibnu al Jauzi yang mana kitab al Lâali al Mashnû’ah karya as Suyuthi adalah ia tulis untuk mengkritik kesalahan-kesalahn Ibnu al Jauzi.
o Hadis Tsaubân:
Ketika Ibnu al Jauzi menvonis palsu hadis tersebut dari jalur Yahya ibn Salamah ibn Kuhail dari ayahnya dari Tsaubân dengan alasan bahwa Yahya menyendiri dalam meriwayatkannya dan ia matruk (parawi yang ditinggalkan para ulama)![6] Jalaluddin as Suyuthi membantahnay dengan mengatakan, “Aku berkata, ‘Yahya adalah perawi andalan at Turmudzi. Dalam kitan al Mîzân dikatakan ia telah dikautkan (dinilai kuat) oleh al Hakim seorang…. “[7]
Jadi Yahya adalah periwayat yang qawiy dalam penilaian al Hakim.
o Hadis ‘Imrân ibn Hushain
Ketika Ibnu al Jauzi menvonis palsu hadis tersebut dari jalur: Ahmad ibn Ishaq ibn Minjab, ia berkata, Muhammad ibn Yunus ibn Musa (al Kadîmi)…. dari Abu Sa’id al Khudir dari ‘Imrân ibn Husain, secara marfûan (dari Nabi saw.):

النظر إلى عَلِيًّ عبادةٌ.

“Memandang Ali adalah ibadah.”

Ibnu al Jauzi berkata, “Adapun hadis ‘Imrân maka di dalamnya terdapat Muhammad ibn Yunus ibn Musa al Kadîmi. Mereka (para ulama) telah membohongkannya (menuduhnya berbohong). Dan juga dari jalur Khalid ibn Thalîq. Mereka (para ulama) telah mendha’ifkannya. Dan jalur di dalamnya terdapat banyak perawi yang majil (tidak dikenal).”[8]
Di sini jelas sekali sikap Imam as Suyuthi dalam menolak vonis Ibnu al Jauzi dengan mengedepankan penshahihan al hakim dan riwayat ath Thabarani.
Kesimpulan:
Jadi dari pemaparan sederhana di atas dapat diketahui bahwa hadis tersebut, paling tidak melalui beberapa jalurnya adalah shahih. Ia telah dishahihkan oleh al Hakim dan adz Dzahabi.
Vonis semena-mena Ibnu al Jauzi terhadap beberapa jalurnya telah dibantah oleh Jalaluddin as Suythi.
Maka dengan demikian memutlakan vonis palsu, maudhû’ atas hadis “Memandang wajah Ali adalah ibadah” adalah tidak berdasar!
Dan saya berharap Syeikh Nashiruddin al Albâni dan atau ustadz-ustadz Wahhabi mampu membuktikan kepalsuan setiap jaklur periwayatan hadis tersebut sebelum menvonisnya!
Wallahu A’lam.
Kedudukan Hadits “Memandang Ali adalah Ibadah”

Ditulis pada Nopember 5, 2008 oleh haulasyiah

http://haulasyiah.wordpress.com/2008/11/05/kedudukan-hadits-memandang-ali-adalah-ibadah/

“النظر إلى علي بن أبي طالب عبادة “

“…memandang Ali bin Abi Thalib adalah ibadah.”

Berkata Syaikh Al Albani dalam kitabnya As Silsilah Al Ahadits Adh Dha’ifah 1/531:
Palsu. Dikeluarkan Ibnul Furrati melalui jalur Muhammad bin Zakariya bin Dinar, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Al ‘Abbas bin Bukkar, ia berkata: telah menceritakan kepada kami ‘Abbad bin Katsir dari Abu Zubair dari Zabir secara marfu’.

Menaggapi vonis gegabah Ibnu al Jauzi di atas, as Suyuthi berkata, “Saya berkata, ‘Hadis ini punya jalur lain di dalamnya tidak terdapat al Kadîmi. dalam al Mustadrak-nya, al Hakmi berkata, “Da’laj ibn Ahmad menyampaikan hadis kepada kami…. Hadi ini shahih sanadnya. Adapun (hadis dari) jalur Khalid ibn Thalîq telah diriwayatkan telah diriwayatkan ole hath Thabarani…. .”[9]

Suyuthi menyebutkan dalam “Al Laai 1/346” satu riwayat penguat dan ia diam atasnya (tidak berkomentar). (akan tetapi) riwayat penguat itu palsu juga, karena Muhammad bin Zakariya adalah Al Ghullabi dikenal sebagai pemalsu hadits.
Potongan hadits terkahir (lafazh diatas) disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam kitabnya “Al Maudu’at” dari riwayat beberapa orang shahabat, dan semuanya (yakni sanadnya) berpenyakit.

Suyuthi menyebutkan dalam kitabnya “Al Laai 1/342-346” mutaba’at dan syawahid (riwayat-riwayat penguat) yang banyak sekali, oleh karena itu ia cantumkan dalam kitabnya “Al Jami’ush Shaghir”, dan Adz Dzahabi dalam kitabnya “Talkhis Al Mustadrak 3/141” menshahihkan salah satu jalurnya, tapi tidak benar sebagaimana yang akan aku jelaskan -insya Allah- pada no.4702.

Hadits ini memiliki riwayat-riwayat penguat yang banyak akan tetapi semuanya lemah dan palsu sehingga tidak bisa merubah kedudukannya.

DIarsipkan di bawah: hadits-dhaif

______________

[1] Fathu al Malik al ‘Aliy:68.

[2] Majma’ az Zawâid,9/356.

[3] Mustadrak,3/141. Dar al Fikr.

[4] Ibid.142.

[5] Al Maudhû’at; Ibnu al Jauzi,1/271 dan al Laâli al Mashnû’ah,1/342-343.

[6] Al Maudhû’at,1/272

[7] Al Laâli,1/345.

[8] Al Maudhû’at,1/272.

[9]al Lâali al Mashnû’ah,1/345.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda